RM Syarief, Ulama Madura Penyebar Islam di Kudus Utara
NU Online · Rabu, 26 November 2014 | 15:52 WIB
Kudus, NU Online
Setiap Legi akhir Muharam, masyarakat Padurenan, Gebog, Kudus, Jawa Tengah memperingati haul Raden Muhammad (RM) Syarief. Ia ulama asal Madura yang dikaitkan dengan cikal-bakal desa tersebut.
<>
Tahun ini, haul dilaksanakan pada Sabtu-Ahad (22-23/11) di Komplek Makam umum desa Padurenan. Komplek makam Raden Muhammad Syarif, berada dalam satu gedongan (kilungan bangunan) di area makam umum Desa Padurenan.
Di situ juga dimakamkan murid-murid beliau yang menemani serta membantu perjuangannya dalam mensyiarkan agama Islam di wilayah Kudus Utara. Diantaranya, KH Zaenal dan K. Mawardi (putra K. Maslani) yang sangat dihormati dan disegani di penjuru Kudus dan sekitarnya karena karomah-karomahnya yang banyak sekali menolong masyarakat.
Menurut tokoh Padurenan KH Aminuddin Mawardi, RM. Syarief adalah putra dari adipati Sumenep Pangeran Yudhonegoro atau dikenal dikenal Macan Wulung Yudhonegoro. RM Syarief merupakan sosok wali agung yang menyebarkan Islam (berdakwah) di Kudus bagian utara pada masa kerajaan Sultan Agung atau sekitar abad 16.
"Beliau memiliki semangat memperjuangkan Islam dan mengikuti ajaran yang dicontohkan Rasulullah sehingga apapun yang ada di desa asalnya ditinggalkan. Tujuannay menyiapkan generasi yang berpendidikan Islam,"imbuhnya.
Dalam berdakwah, tutur KH Amin, RM Syarief selalu berpindah dari satu desa ke desa lain seperti Gebog, Jurang , Manisan. Sedangkan di kabupaten Jepara sekitar Mayong, Tunggul dan Buloh. Desa Padurenan menjadi tempat terakhir hingga wafat.
"Beberapa desa yang pernah disinggahi , tidak sedikit yang menggunakan nama RM Syarif sebagai nama desa untuk mengenang beliau, seperti Gebog siripan maupun Siripan mayong," tuturnya.
Terkait desa Padurenan sendiri, kata dia, nama itu berasal dari kota asal RM Syarief dari Madura (maduranan). Menurut cerita, waktu itu terdapan sesuatu mengenai hukum agama yang diperbincangkan di daerah lain belum diselesaikan setelah sampai Padurenan akhirnya terpecahkan.
"Padurenan sebagai tempat central pengembangan ajaran Islam dalam menjawab permasalahan hukum agama," tambah KH Amin.
Mengapa peringatan haul harus Legi akhir? KH Amin menjelaskan menurut K.Mawardi kata "legie" ini diurasi hurufnya terkandung makna “lillah”, “enggon”, “golek ilmu estu-estu” (Karena Allah mencari ilmu secara sungguh-sungguh). "Makanya, patokan haulnya menggunakan hari pasaran legi," tandasnya.
Ditambahkan, RM Syarief memiliki peninggalan berupa maulidan jawiyan. Maulidan jawiyyan terdapat empat unsur penting yakni beraksen Jawa, tidak banyak mengikuti gramatika Arab, suaranya melengking dan pelaksanaan sampai berjam-jam.
"Bacaan syair shalawatnya dari kitab Albarjanji dan dikumandangkan saling sahut-sahutan seperti orkestra . Saat ini masih selalu dilestarikan oleh masyarakat Padurenan terutama setiap bulan Rabiul Awal dan acara acara selametan lainnya," tegas KH. Amin. (Qomarul Adib)
Keterangan Foto: Makam RM Syarief saat acara haul setiap legi akhir Muharram.
Terpopuler
1
Inalillahi, Tokoh NU, Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia KH Imam Aziz Wafat
2
Aksi ODOL Tak Digubris Pemerintah, Sopir Truk Mogok Kerja Nasional Mulai 13 Juli 2025
3
Mas Imam Aziz, Gus Dur, dan Purnama Muharramnya
4
Gus Yahya: Sanad adalah Tulang Punggung Keilmuan Pesantren dan NU
5
PM Spanyol Sebut Israel Dalang Genosida Terbesar Abad Ini
6
Al-Azhar Mesir Kecam Pertemuan Sekelompok Imam Eropa dengan Presiden Israel
Terkini
Lihat Semua