Surabya, NU Online
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya menilai pencabutan Peraturan Daerah (Perda) Pelarangan Miras oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo membuktikan bahwa pemerintah kehilangan sensitivitas terhadap persoalan moral sosial.
"Pencabutan tersebut seolah pemerintah menutup mata terhadap fakta-fakta empirik bahwa miras menjadi sumber berbagai kejahatan dan kerusakan. Berbagai kasus pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, kecelakaan dan bermacam kejahatan lain nyata-nyata terjadi akibat pelakunya dalam pengaruh miras, makanya dalam Islam khamr disebut, Ummul Khaba'ith," kata H A Muhibbin Zuhri, Ketua PCNU Surabaya kepada NU Online, Jumat (20/5).
Alasan utama yang dipakai Mendagri bahwa perda tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag). "Pengendalian dan pengawasan miras, justru mencedarai sistem hukum kita," lanjut dosen pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya ini.
"Harusnya, justru Permendag-lah yang dicabut, karena jelas bertentangan dengan berbagai Undang-undang, setidaknya Undang-Undang kesehatan, pangan, dan Undang-undang perlindungan konsumen. Belum lagi kalau ditarik ke atas, maka Permendag jelas bertentangan dengan Pancasila, sila pertama. Karena permendag mengabaikan nilai-nilai moral dari agama apapun di Indonesia," tegasnya.
Keputusan MA terhadap judicial review Peraturan Presiden (Perpres) mengenai pengendalian dan pengawasan mihol-pun sepertinya diabaikan begitu saja.
"Ada apa pemerintah ini, bukankah pemerintah tugasnya melindungi warga bangsa ini dari berbagai kerusakan, atau pemerintah telah menjadi agen kapitalis, pengusaha dan pengedar miras?" tanya Muhibbin dengan heran.
NU Surabaya mempertanyakan siapa yang sebenarnya yang diuntungkan dalam hal pelarangan miras. Jika pemerintah beralasan perlu pendapatan negara dari cukai miras, tentu tidak sepadan dengan keluarga korban yang menjadi korban dampak miras.
"Cobalah hitung, berapa biaya yang harus dicover APBN untuk dampak miras, berapa pula kerugian yang harus ditanggung keluarga-keluarga, yang menjadi korban dampak miras, Tolong pemerintah jawab semua ini. Dimana jargon Revolusi Mental yang digembar-gemborkan Jokowi, apakah hanya lips service," pungkasnya. (Rof Maulana/Zunus)