Daerah

Kisah Sedih Nahdliyin Mimika, Papua Ditinggal Aktivis Istighotsah

Sab, 19 Desember 2020 | 10:45 WIB

Kisah Sedih Nahdliyin Mimika, Papua Ditinggal Aktivis Istighotsah

Pak Budiono (duduk depan, dua dari kanan) bersama Takmir Masjid Al Ikhlas Kampung Jaya. (Foto: Istimewa)

Mimika, NU Online
Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Demikianlah pepatah sarat makna yang menunjukkan kualitas manusia diukur dari prestasi dan prasasti yang dilakukan. Bukan jabatan, kekayaan, rupa, keturunan, atau ketenaran. Bisa saja orang kecil meninggalkan nama besar. Atau malah orang besar namun gagal meninggalkan hal baik, tidak bisa diteladani, dan jauh dari menginspirasi.
 
Untaian kalimat indah itu mungkin tepat jika disematkan kepada salah seorang Jamaah Istighatsah An-Nahdliyah Mimika, Papua dengan nama Budiono. 
 
Pada Jumat (18/12) di Masjid Al Ikhlas Kampung Kadun Jaya, Distrik Mimika Timur, Mimika, Papua telah digelar acara mengenang seratus hari meninggalnya Budiono. 
 
Nahdliyin Kampung Kadun Jaya ini bukan orang besar, tidak termasuk pejabat, bukan kiai, bukan orang kaya, namun rakyat kecil, masyarakat akar rumput dengan pekerjaan sebagai tukang ojegpangkalan. Namun Pak Budiono, sapaan akrabnya adalah perintis, aktivis, dan pelayan kegiatan Istighatsah An-Nahdliyah Mimika. Juga kegiatan bernuansa NU lainnya. 
 
Pria kelahiran Blitar, Jawa Timur ini sudah cukup lama menetap di Mimika dan tercatat sebagai Takmir Masjid Al-Ikhlas Kadun Jaya. Dan sejumlah kalangan mengenal Pak Budi sekitar tahun 2009 yang saat itu sudah sebagai aktivis masjid setempat. 
 
“Saat itu saya jadi Ketua Takmir Masjid Al-Istiqomah Basecamp, Mimika mengadakan acara dan yang hadir salah satunya Pak Budi ini," kenang Ketua Jamaah Istighatsah An-Nahdliyyah Mimika, Ustaz Sugiarso, Sabtu (19/12).
 

Pelopor Membagi Nasi Bungkus

Menurutnya, almarhum juga sebagai perintis kegiatan menabung atau membagi nasi bungkus setiap Jumat. Dan dari ide yang kemudian dilaksanakan secara ajeg tersebut, hingga kini menjadi tetap dilestarikan dan tentu saja menjadi perekat antarjamaah Jumat. 
 
“Kegiatan ini ternyata menginspirasi ibu-ibu jamaah masjid An-Nur, Kampung Wonosari Jaya dengan menyediakan sedekah Jumat berkah secara rutin,” katanya. 
 
Ibu Musmin menjelaskan bahwa sekarang jamaah rutin menyediakan sedekah Jumat berkah berkat jasa Pak Budi. 
 
“Lantaran rintisan almarhum, para pengurus masjid ikut  membagikan nasi bungkus Pak Budi," kenang Ketua Majelis Taklim An-Nur tersebut. 
 
Sementara itu, Masjid Al-Ikhlas Kampung Kadun Jaya sendiri sudah merutinkan Jumat berkah. Hal tersebut sebagaimana diakui M Aminudin, Takmir Masjid Al Ikhlas dan perintis menabung bersama almarhum.
 

Bazar Kuliner Nusantara dan Sayur Lompong

Kegiatan lain yang dipelopori almarhum adalah Bazar Kuliner Nusantara di jalan menuju Bandara Mozes Kilangin Mimika. 
"Pak Budi menjadi garda terdepan kegiatan ini. Kenangan terakhir dengan saya saat dibawakan bibit brotowali untuk ditanam di SP2 sini," ungkap Hj Asmawati, Pengurus Bidang Pendidikan Pesantren Darussalam, Mimika.
 
Tentang kegigihannya juga pantas dicontoh. Almarhum selalu gigih dalam mencari nafkah sebagai tukang ojeg, tidak mengenal cuaca kapan pun ada penumpang selalu siap untuk mengantar.  
 
"Satu hal yang sangat berkesan, almarhum sangat menjaga keistikamahan shalat lima waktu terutama subuh. Beliaulah yang selalu mengumandangkan azan," kenang Jumar, Ketua Takmir Masjid Al-Ikhlas yang merasa sangat kehilangan.
 
Kesan yang luar biasa disampaikan Iswahab selaku Bendahara Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Mimika. Yang tidak dilupakan adalah semangat silaturahim, sehingga manfaatnya demikian besar. 
 
"Saya kenal Pak Budi belum lama, namun keaktifannya untuk istighotsah dan silaturahim luar biasa. Jika saja tidak ikut kegiatan istighotsah, tidak mungkin jamaah kompak mau berkirim doa dan sedekah sebaik ini,” ungkapnya. 
 
Oleh karena itu, dirinya mengajak kepada Nahdliyin di perantauan untuk gemar berkumpul dengan mengindari menyendiri. Karena manfaatnya akan dirasakan tidak hanya saat ini, juga di masa mendatang.
 
“Istighotsah sebagai sarana silaturahim manfaatnya tetap terasa hingga kita meninggal dunia. Pak Budi adalah buktinya," jelasnya.
 
Kesan lain yang juga melekat dari sosok almarhum adalah masakan lompong. "Bila melihat sayur lompong, saya ingat Pak Budi dengan sayur lompongnya yang pedasnya luar biasa hingga mata menangis. Juga kelezatan nasi jagung yang tak tertandingi," kenang Ustaz Sugiarso. 
 
Menurutnya, armarhum sering sekali mengkoordinir jamaah kampung Kadun Jaya naik bus untuk hadir istighotsah di berbagai tempat. Dan hal tersebut menjadi ciri khas sekaligus pembeda dengan lainnya. 
 
"Saya benar-benar kehilangan dan belum ada pengganti seperti beliau. Terlalu banyak jasa armarhum untuk disebutkan, sehingga mari kita mendoakan agar husnul khatimah dan bergabung dengan para ulama NU,” pungkasnya.
 
Pewarta: Ibnu Nawawi
Editor: Syamsul Arifin