Jember, NU Online
Jika tokoh masyarakat menggelar open house (dalam rangka lebaran), biasanya waktunya dibatasi sekian hari. Tapi ini tidak berlaku bagi Rais Syuriyah PCNU Jember, KH. Muhyiddin Abdusshomad. Penulis beberapa buku Aswaja ini, justru tak pernah membatasi dalam hitungan hari bagi siapapun yang mau berkunjung ke rumahnya.
"Pintu rumah kiai selalu terbuka untuk siapapun yang mau datang, kapanpun itu," tukas Hollan Umar, santri senior Kiai Muhyiddin, kepada NU Online di Jember, Jumat (8/7).
Tidak hanya waktu lebaran, sepanjang tahun pintu rumah Kiai Muhyiddin senantiasa terbuka untuk masyarakat. Keperluan tamu pun beragam, mulai dari sekadar silaturrahmi, mohon nasehat, hingga soal politik. Latar belakang tamunnya juga beragam. Mulai dari wali santri, pengurus NU, rektor hingga bupati. Tapi diakui Hollan, di musim lebaran, yang datang bersialurahmi memang banyak dari kalangan tokoh NU. "Selama kiai masih sehat, siapapun tamunya pasti dilayani," lanjut Hollan.
Dalam kunjungan NU Online ke kediaman Kiai Muhyiddin, tampak beberapa tamu penting datang bersilaturrahmi, di antaranya Wakil Ketua DPRD Jember, (Ayub Junaidi), seorang Dosen Universitas Jember, bahkan seorang anggota fraksi Gerindra DPRD Purbalingga, Jawa Tengah. Ruang tamu yang disediakan cukup sederhana. Ruang berukuran 3,5x4 meter persegi itu hanya disediakan tempat duduk biasa, dengan mejanya. Tidak mewah. Semua tamu dari kalangan apapun, tempatnya sama di ruang tersebut. Tidak ada ruang khusus bagi tamu penting, misalnya. Di pandangan Kiai Muhyiddin semua tamu penting.
Kesederhanaan memang tampak dalam kehidupan santri Kiai Umar Sumberwringin itu. Dalam melayani tamu juga apa adanya. Bahkan kalau tidak ada santri, dirinya terkadang membawa sendiri minuman dan kue dari dalam untuk dipersembahkan kepada tamunya.
Kesederhanaan Kiai Muhyiddin juga bisa dilihat dari aktivitas perjalanannya untuk memenuhi undangan. Jika mendapat undangan di luar kota, misalnya di Jakarta, Bogor dan sebagainya, Kiai Muhyiddin tak pernah mau naik pesawat. Dia lebih memilih naik kereta kelas bisnis. Ketika itu Kiai Muhyiddin hendak ke Jakarta untuk memenuhi undangan NGO, beliau naik kereta Gumarang. Di dalam kereta juga berdesak-desakan dengan pedagang dan penumpang umum. Kalau kantuk datang, dia tidur sekenanya di kursi kereta.
Kiai Muhyiddin memang bersahaja, kendatipun peluang hidup 'lebih' juga sangat besar. Apalagi posisinya, kerap kali menjadi referensi politik para pejabat publik, baik di daerah, regional maupun pusat. Sekian kali beliau ditawari umroh, selalu ditolaknya dengan halus. Beliau hanya haji satu kali selama hidup.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, aktivitas Kiai Muhyiddin di luar pesantren sudah dikurangi. Untuk undangan acara-acara Aswaja, sering didelegasikan kepada ustadz Idrus Ramli dan beberapa pengurus LBM dan Aswaja Center NU Jember. Sedangkan untuk undangan pengajian, juga dikurangi, lebih-lebih di luar kota. Beliau sekarang fokus mengurus pesanten Nurul Islam (Nuris) Antirogo, Jember dibantu putranya, Ra Robith Qashidi. Alumni Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir inilah yang akan meneruskan kiprah Kiai Muhyiddin ke depan. (Aryudi A. Razaq/Fathoni)