Daerah

Mengenal Iwel-Iwel, Tradisi Lokal di Pati untuk Doakan Balita Sebelum Upacara Sedekah Bumi

Sen, 27 Mei 2024 | 18:30 WIB

Mengenal Iwel-Iwel, Tradisi Lokal di Pati untuk Doakan Balita Sebelum Upacara Sedekah Bumi

Conthongan, makanan khas Dusun Dukuh dan Kayenan Pati dalam tradisi iwel-iwel. (Foto: NU Online/Solkan)

Pati, NU Online

Dusun Dukuh dan Kayenan di Desa Dukuhmulyo, Kecamatan Jakenan, Pati, Jawa Tengah akan menggelar acara Sedekah Bumi, pada dua pekan mendatang atau Jumat Kliwon (7/6/2024).


Namun sebelum upacara Sedekah Bumi itu digelar, masyarakat Dusun Dukuh dan Kayenan biasanya mengadakan tradisi Iwel-iwel.


ā€œPada waktu bulan apit (Dzulqa'dah), sebelum sedekah bumi, bagi warga yang punya anak bayi atau balita di bawah satu tahun, diiwel-iweli atau dibancaki (didoakan bersama)," ujar Ketua Panitia Sedekah Bumi Dusun Dukuh dan Kayenan, Desa Dukuhmulyo, Sukadi kepada NU Online pada Sabtu (25/5/2024).


Ia menjelaskan bahwa ada makanan khas yang digunakan untuk acara doa bersama, yaitu conthongan atau iwel-iwel. Ia juga menerangkan berbagai bahan serta cara pembuatan makanan khas ini.


ā€œConthongan atau iwel-iwel terbuat dari ketan yang digiling kasar, jangan sampai lembut. Tengahnya dikasih gula merah dan dibungkus memakai daun pisang kemudian dikukus,ā€ terang Sukadi.


Ia mengaku tidak mengetahui secara pasti tujuan dari tradisi iwel-iwel ini, tetapi yang pasti untuk mendoakan anak-anak balita atau bayi.


ā€œSecara pasti tujuannya saya tidak tahu, yang pasti untuk selametan anak di bawah satu tahun,ā€ katanya.


Menurutnya, tradisi doa bersama untuk bayi dengan menyertakan makanan khas iwel-iwel atau conthongan ini sudah dilakukan secara turun-temurun dari nenek moyang. Bahkan, pada generasi kakek-neneknya, tradisi ini sudah ada.


ā€œTradisi ini sejak nenek moyang. Saya kecil sudah ada. Dari nenek-kakek saya sudah ada,ā€ kata Sukadi.


Prosesi tradisi ini, dimulai dengan membuat jajanan conthongan. Kemudian didoakan, setelah itu dibagikan kepada tetangga sekitar.


ā€œConthongan didoakan di rumah. Kemudian makanan tersebut dibagikan kepada tetangga yang masih satu ris (deret rumah). Umpamanya satu ris ada lima belas rumah, ya lima belas rumah,ā€ tutur Sukadi.


Sukadi berharap, tradisi iwel-iwel ini terus lestari. Ia lantas memberikan cara agar tradisi ini bisa terus ada di tengah masyarakat.


ā€œPokoknya, kalau setiap rumah tiap tahun, meskipun tidak punya anak kecil diberi conthongan tetangga yang punya anak kecil, nanti jadi tahu. Orang tua akan mengedukasi kepada anak-anak muda terkait tradisi ini. Alhasil akan tetep lestari,ā€ paparnya.


Salah seorang warga Dusun Dukuh, Dita mengungkapkan, tujuan iwel-iwel ini untuk selametan, sedekahan, dan meminta keberkahan dari Allah.


ā€œTujuannya agar anak-anak sehat dan selamat,ā€ tuturnya.


Dita merupakan ibu muda yang saat ini mempunyai anak kedua berumur 3 tahun. Dahulu, ia pernah menjalankan tradisi ini sewaktu anaknya belum genap berusia 1 tahun.


ā€œPernah satu kali melakukan tradisi iwel-iwel ini, waktu anak saya masih kecil dan umurnya di bawah satu tahun,ā€ jelasnya.


Ia juga memberikan cara atau upaya untuk melestarikan tradisi iwel-iwel atau conthongan ini sehingga bisa terus lestari sampai generasi yang akan datang.


ā€œYang punya anak kecil dan sebelum sedekah bumi, dibancaki (didoakan bersama) iwel-iwel. Intinya tergantung orangnya. Tradisi ini tidak wajib, hanya bagi yang punya modal untuk membuat conthongan dan mau melaksanakannya,ā€ pungkas Dita.