Daerah

Masker Langka di Pantura Picu Bingung Warga

Sel, 11 Februari 2020 | 07:15 WIB

Masker Langka di Pantura Picu Bingung Warga

Apoteker memberi contoh cara memakai masker. (Foto: NU Online/Ikhda)

Rembang, NU Online
Langkanya masker di Pantura, khususnya Rembang, Jawa Tengah, membuat Ikhda Khullatil Mardliyah (25 tahun) galau. Apoteker Apotek Jitu 17 Desa Gandrirejo Kecamatan Sedan, Kabupaten Rembang, ini sangat kaget menerima permintaan masker dalam jumlah besar. Dia pun bingung. Pasalnya, stok masker di tempatnya menipis. 

“Di apotek tempat saya kerja banyak sekali yang minta masker dalam jumlah besar. Mereka biasanya pesan via WhatsApp. Kami tidak bisa melayani karena stok semakin menipis. Sementara di pedagang besar farmasi juga habis. Ini yang membuat kami bingung,” tutur Ikhda kepada NU Online melalui telepon, Senin (10/2).

Ikhda, yang juga sebagai pembina Poskestren Pesantren Riyadlotut Thalabah Rembang, ini mengungkapkan kelangkaan dan melonjaknya harga masker sangat dirasakan masyarakat. Ketika stok masker datang sudah dalam keadaan harga melambung, sehingga harga jualnya ikut naik.

“Sekitar bulan Maret katanya masker bisa kita dapatkan dari distributor. Tapi harganya naik 100%. Jadi, harga jual nanti juga akan saya sesuaikan,” ungkap apoteker muda lulusan pesantren tersebut.

Permintaan pasar yang tinggi, lanjut dia, memicu semakin langkanya stok masker di berbagai daerah di Pantura Jawa Tengah, seperti Kudus, Pati, dan Jepara. Padahal di Indonesia belum ada satu pun kasus yang terindikasi virus Corona. Ini pula yang memicu bingung warga.

Menurut dia, merebaknya virus corona di Wuhan Tiongkok yang telah menelan banyak korban jiwa, menjadi momok menakutkan bagi masyarakat terlebih warga Tionghoa sendiri. Mereka berbondong-bondong mencari dan menyetok masker untuk persediaan. Penggunaan masker diyakini sebagai penekan atas menyebarnya virus.

“Kelangkaan ini terjadi dibarengi dengan melonjaknya harga yang bisa mencampai 100% bahkan lebih. Semula harga jual masker Rp. 25.000/boks, sekarang bisa menembus harga hingga lebih dari Rp.100.000/boks,” paparnya.

Penelusuran NU Online, langkanya persediaan masker di Indonesia ini akibat dari ekspor yang tinggi ke Tiongkok. Tidak hanya pabrik-pabrik masker besar yang mengirim barang ke Wuhan, masyarakat juga ikut andil dalam mengomersilkan masker di sana.

Seorang pria yang tidak mau disebut identitasnya mengungkapkan, ia sedang mencari masker dalam jumlah banyak. Masker-masker tersebut hendak dijual kembali kepada seseorang yang bersedia membeli dengan harga tinggi, yang kemudian masker akan dikirim ke Wuhan China.

“Penjualan masker yang diekspor ke Wuhan bisa mencapai harga Rp. 1.000.000/pack. Tentu, untung yang berlipat ini menggiurkan,” ungkapnya.

Dijual ke pengepul 
Kepada NU Online, pria tersebut mengaku sedang bekerja sama dengan pengepul masker yang hendak dikirim ke Wuhan Tiongkok. Melalui telepon ia menjelaskan dengan gamblang.

“Saya mencari masker diberbagai daerah untuk saya jual lagi kepada seseorang yang akan mengirimkan ke Wuhan Tiongkok,” kata dia.

Menurut dia, keuntungan yang ia dapat jika mengirim barang kepada pengepul tersebut tidak banyak. “Sedikit kalau sekarang. Soalnya harga jual masker di berbagai daerah sudah naik antara Rp.130.000 - Rp.150.000. Jadi saya cuma untung 10.000 per boks. Karena saya telat,” tukasnya.

Saat ditanya berapa harga jual masker di Wuhan, ia mengaku tidak mengetahuinya. “Kurang tau. Katanya di sana bisa mencapai Rp. 1.000.000. Saya terbilang telat ini. Kemarin ada yang dari awal sudah mengekspor ke Wuhan, orangnya sekarang bisa beli mobil dan rumah,” ungkapnya.

“Kalau ada stok dan harga sesuai, saya siap membeli,” sambungnya.

Adanya oknum-oknum yang bersedia membeli masker dengan harga tinggi tentu membuat masyarakat awam bingung. Dampaknya jelas. Masker langka karena diborong atau ditimbun. Umumnya, warga yang punya jaringan dengan pengepul tertarik untuk menjualnya kembali karena mendapat untung lumayan.
 
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori