Sumenep, NU Online
Pesantren Al Usymuni menjadi saksi dibaiatnya 60 kader GP Ansor se-Jawa Timur usai menjalani tugas akhir (rihlah) Pelatihan Kader Lanjutan (PKL), Ahad (22/5) malam. Di pesantren yang berlokasi di Tarate, Pandian, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur itu, mereka dikultus langsung oleh Pimpinan Pusat GP Ansor yang dikomando Gus Lutfi Tomafi.
Sejatinya, terdapat 114 kader Ansor yang sebelumnya sudah mengenyam materi PKL di Gedung SKB Batuan Sumenep, 9 April lalu. Selama sebulan, mereka melakukan investigasi tugas akhir yang dipresentasikan 22 Mei. Materi investigasi disesuaikan dengan profesi masing-masing.
Hanya saja, mereka tidak bisa hadir karena kesibukan dan sejenisnya. Dengan begitu, sebanyak 54 peserta PKL yang tidak lulus rihlah PKL. Mereka harus mengikuti presentasi rihlah pada PKL GP Ansor selanjutnya.
Dalam presentasinya, kader-kader muda NU menghadirkan ragam persoalan yang terjadi di Provinsi Jawa Timur. Mulai dari eksisnya gerakan radikalisme, persinggungan warga nahdliyin dengan dunia usaha, pertanian, hingga pendidikan. Di tengah menghadirkan ragam persoalan, peserta mencoba mencetuskan jalan keluar yang perlu dilakukan GP Ansor dalam menyikapi persoalan tersebut.
Dalam kesempatan itu, Gus Lutfi menegaskan, sejauh ini kader Ansor istiqamah mengurus persoalan di internal organisasinya. Ke depan, mereka juga harus mampu menangani persoalan kenegaraan.
Merevitalisasi nilai-nilai tradisi yang selama ini dilakukan kader-kader Ansor, tambahnya, mesti dipertahankan. Itu yang selama ini dilakukan.
“Tapi ke depan, juga harus mampu mengolah kehidupan masyarakat secara total,” tegasnya.
Diterangkan, organisasi kecil semacam perkumpulan keagamaan seperti HTI memang terlihat besar, karena mereka berbuat banyak.
“Apalagi Ansor yang merupakan organisasi besar, tentu harus lebih berbuat banyak untuk kemaslahatan umat. Organisasi besar terlihat kecil, ya karena tidur. Karenanya, kita harus bergerak. Jangan diam,” tekannya.
Gus Lutfi mengimbau kepada peserta rihlah PKL agar mencermati masalah yang riil, untuk kemudian menghadirkan solusi yang rasional.
“Andalah infrantri atau pejuang utama Ansor. Mati tidaknya NU ke depan, bergantung keseriusan kaderisasi Ansor,” pungkasnya. (Hairul Anam/Zunus)