Kolaborasi Organisasi Mahasiswa Bahas Rekonsiliasi
NU Online · Jumat, 28 Juni 2019 | 04:00 WIB
Jember, NU Online
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Fakultas Ilmu Budaya dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Komisariat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember mengadakan kegiatan diskusi bersama dengan tema Rekonsiliasi Politik Usai Pemilu 2019 di Oase Cafe and Literacy, Kamis (27/6).
Menurut Ketua PMII Rayon Fakultas Ilmu Budaya Univesitas Jember, Mashlahah, digelarnya diskusi ‘dua kutub’ itu diharapkan mampu meningkatkan kesadaran kolektif bahwa organisasi harus dijadikan media yang dapat mendatangkan bermanfaat, tidak hanya untuk mahasiswa sendiri, namun juga bagi masyarakat secara umum.
“Perbedaan pandangan, kultur dan ideologi dari masing-masing organisasi bukan menjadi hambatan untuk mempertemukan dan menyatukan persepsi, terutama berbicara tentang kondisi dan arah bangsa ini ke depan,” tuturnya saat memberikan sambutan.
Ia menambahkan, mahasiswa sebagai agen perubahan harus mampu meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa politik hanya sekadar alat atau perantara, bukan tujuan. Misi sesungguhnya dalam berpolitik adalah pengabdian untuk memajukan bangsa dan negara.
“Jadi kekuasaan (politik) hanya sarana untuk mengabdi kepada bangsa dan negara,” ulasnya.
Sementara itu, Ketua GMNI Komisariat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Alfian Anggi Darmawan menyatakan bersyukur kegiatan diskusi kolaborasi itu bisa digelar bersama-sama. Meskipun dua organisasi tersebut berbeda kultur maupun ideologinya namun bisa duduk bersama untuk membahas masa depan bangsa, khususnya terkait Pemilu yang merupakan momentum paling penting di negeri ini.
Ia berharap agar kolaborasi itu tidak hanya memperbincangkan konteks suksesi kekuasaan tertinggi ataupun sirkulasi elit legislatif, tapi juga konsolidasi demokrasi secara luas. Konsolidasi yang mengarah kepada rekonsiliasi politik usai Pemilu yang terbuka dan massif. Jangan sampai kecacatan-kecacatan demokrasi dan kesalahan yang terjadi menjadi penghalang bagi siapapun untuk melakukan rekonsiliasi.
“Seharusnya hal itu bisa diatasi asalkan semuanya mempuyai tekad untuk bersatu demi memajukan bangsa ini. Masyarakat harus mampu kembali kepada jati diri mereka dan melepaskan fanatisme atas pilihannya serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,” tuturnya. (Aryudi AR)
Terpopuler
1
Guru Madin Didenda Rp25 Juta, Ketua FKDT: Jangan Kriminalisasi
2
Khutbah Jumat: Meneguhkan Qanaah dan Syukur di Tengah Arus Hedonisme
3
Gus Yahya Dorong Kiai Muda dan Alumni Pesantren Aktif di Organisasi NU
4
MK Larang Wamen Rangkap Jabatan di BUMN, Perusahaan Swasta, dan Organisasi yang Dibiayai Negara
5
Pemerintah Perlu Beri Perhatian Serius pada Sekolah Nonformal, Wadah Pendidikan Kaum Marginal
6
KH Kafabihi Mahrus: Tujuan Didirikannya Pesantren agar Masyarakat dan Negara Jadi Baik
Terkini
Lihat Semua