Trenggalek, NU Online
Pagi itu, Ahad (3/6), cuaca di sekitar Pondok Pesantren Qomarul Hidayah, Trenggalek, cerah, sejuk, asri dan nyaman. Dari dalam ruang-ruang kelas tak jauh dari masjid terdengar sayup-sayup suaar para santri melantunkan surat-surat pendek kitab suci Al-Qur'an, hafaran nadzom Imrithi dan Alfiyah Ibnu Malik. Sebagian santri terlihat mengaji di serambi masjid yang didirikan oleh almarhum KH Murdiyah sekitar tahun 1920 itu.
Sekitar 20 meter dari masjid, berdiri ndalem (rumah kediaman) Abah KH Cholil Madjid selaku pengasuh dan pimpinan pondok. Saya yang berada di sana untuk menengok anak yang tengah nyantri di pesantren itu, ngobrol dan diskusi santai bersama Nyai Hj Zumrotun Nasihah, ketua PC Muslimat NU Trenggalek.
Sambil ditemani putri saya, kami pun berbicara soal perkembangan pondok dan kegiatannya selaku ketua PC Muslimat NU. "Apa pun tugas dan kegiatannya selama Abah (KH Cholil Madjid) memberikan lampu hijau, saya akan laksanakan, dalam membangun Muslimat yang lebih baik," tegas Bu Nyai Zumrotun Nasihah.
"Tanpa izin suami, Abah Kiai Cholil Madjid, saya tidak berani menjalankan amanat sebagai Ketua PC Muslimat NU," ujar Bu Nyai Nas, demikian beliau akrab dipanggil.
Secara organisasi, sosok Bu Nyai Nas merupakan kader Muslimat NU yang merintis dari bawah. Mulai dari aktivis tingkat ranting, kecamatan, hingga tingkat kabupaten.
Sangat jelas bahwa ia bukan kader yang ujuk-ujuk (tiba-tiba) menjabat menjadi ketua PC Muslimat NU Trenggalek, kota yang terkenal sebagai penghasil tiwul di Jawa Timur ini.
Dalam kesehariannya Bu Nyai Zumrotun Nasihah adalah seorang ibu dengan lima orang putra dan dua orang putri. Setiap hari, ia selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk selalu berkomunikasi dengan para putra dan putrinya. Meski kadang hanya sebentar.
Tak segan dan tak sungkan ia selalu memberikan masukan dan arahan yang bermanfaat bagi para santri. "Lha saya kan ibu dari semua santri Qomarul Hidayah. Jadi sudah seharusnya memberikan masukan buat mereka semua," tegas Bu Nyai Nas kepada saya.
Dirinya berharap ke depan para kader Muslimat di Kabupaten Trenggalek Jawa Timur yang rata-rata berpendidikan SD, MI atau paling tinggi MA atau SMU bisa sinergi dengan pamong setempat dan bisa bekerja sama demi kemajuan wilayahnya.
"Untuk meningkatkan taraf hidup, kader Muslimat NU Trenggalek harus mampu berkiprah di masyarakat. Kalau perlu, bersaing secara sehat dengan organisasi perempuan setempat baik itu di tingkat kecamatan atau desa," lanjutnya.
Ia menyebut rata-rata kader Muslimat NU adalah ibu rumah tangga dan petani. "Saya selalu berusaha memberikan masukan atau info-info yang baik dan bagus buat para kader Muslimat NU agar bisa sejajar dengan para ibu-ibu PKK," tuturnya lebih lanjut.
Ia bersyukur sejak beberapa tahun ini, perkembangan informasi untuk kemajuan para kaum ibu-ibu Nahdiyin melalui Muslimat, lebih pesat.
Meski jadwal kesehariannya padat dalam mengawasi para santri putra dan putri yang bernaung di Pondok Pesantren Qomarul Hidayah, ia tetap istiqomah membangun, menggerakkan dan memberikan motivasi kepada para kader-kader Muslimat NU yang tersebar di 14 Kecamatan yang berada di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.
(Akmal, aktivis NU Jakarta Utara)