Daerah

Kemenag Subang Tekankan Afektif Dulu, Baru Kognitif dan Psikomotorik

NU Online  ·  Sabtu, 17 Januari 2015 | 08:03 WIB

Subang, NU Online
Pendidikan di Indonesia dinilai mengalami kegagalan. Salah satu penyebab gagalnya pendidikan itu adalah karena lembaga sekolah belum mampu melaksanakan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 tahun 2003.
<>
Demikian disampaikan Kepala Kemenag Subang A Sukandar dalam kegiatan pembinaan pengelolaan madrasah di lingkungan seksi pendidikan madrasah kantor Kementerian Agama Subang yang digelar di pesantren Attawazun, Kalijati, Subang, Kamis (19/1).

"Indikator kegagalan itu dilihat dari urutan Human Development Index (HDI) yang menempatkan Indonesia di urutan ke 109 dari 190 negara," kata Sukandar yang menjabat baru tiga pekan itu.

Selain itu, indikator lainnya bisa dilihat dari adanya tawuran antarpelajar, tawuran antarmahasiswa, tawuran antarwarga.

Birokrat asal Sukabumi ini menjelaskan, pendidikan yang tertuang dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

"Kita lihat tujuan pendidikan yang pertama, beriman dan bertaqwa. Jadi afektifnya dulu yang diisi, jiwanya, hatinya, baru kognitif, otak, setelah itu psikomotorik, keterampilan. Sekarang ini kan terbalik, kognitif terus yang diisi, otak terus, hatinya tidak, maka wajar  jika produk pendidikan kita seperti sekarang," imbuh mantan Kepala Urais Kanwil Kemenag Jabar.

Di hadapan ratusan guru MI, MTs, dan MA sekecamatan Kalijati, Purwadadi, Cipeundeuy dan Pabuaran, birokrat yang suka 'blusukan' ke lembaga-lembaga di bawah naungan Kemenag ini mengklaim madrasah sudah memulai mendahulukan afektif, karena di madrasah diajarkan tentang membaca dan hafalan Alquran, sholat, doa, akhlakul karimah, dan sebagainya.

"Afektif, kognitif, dan psikomotorik ini sesuai konsep iman, yaitu tashdiqun bil qalbi, iqrarun bil lisaan, wa amalun bil arkan, ada keselarasan antara hati, kepala dan tangan. Jika semuanya sudah terisi, maka insya Allah akan menghasilkan produk pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan dalam UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003" tambahnya.

Ia menambahkan, untuk merealisasikan hal itu butuh kesabaran, mengingat hal ini mesti didukung oleh lingkungan sosial terutama keluarga. Apalagi zaman sekarang banyak para ibu yang mestinya mendidik anak malah sibuk bekerja.

"Kita lihat di Subang sudah banyak pabrik-pabrik berdiri. Karyawannya semua perempuan, secara sistematis ini bisa memisahkan antara ibu dan anak. Padahal yang pintar mendidik dan mengurus anak itu adalah ibu. Lihat saja, seorang ibu masih bisa mengurus enam anak, beda sama bapak, mengurus satu anak saja sudah repot," tukasnya. (Aiz Luthfi/Alhafiz K)