Daerah

Hanya Kematian yang Menyudahi Ambisi Berburu Harta

Ahad, 5 Agustus 2018 | 02:30 WIB

Hanya Kematian yang Menyudahi Ambisi Berburu Harta

KH Abdul Kholiq Hasan di Pondok Pesantren Falahul Muhibbin.

Jombang, NU Online
Orang Islam tidak dilarang mencari harta dan kedudukan. Akan tetapi jangan sampai hal tersebut menjadi ambisi, apalagi digunakan untuk hal yang tidak patut. Kerakusan manusia kepada dunia akan selesai ketika ajal menjemput.

Peringatan ini disampaikan KH Abdul Kholiq Hasan pada pengajian rutin Ahad Pahing di Pondok Pesantren Falahul Muhibbin, Dusun Gendong, Watugaluh, Diwek, Jombang, Jawa Timur, Ahad (5/8).

“Rakus kepada dunia adalah watak manusia,” kata Gus Kholiq, sapaan akrabnya di depan ratusan jamaah yang memadati halaman SMP dan SMK Islam Mbah Bolong, pesantren setempat. Kalau saja saat ini memiliki satu petak sawah dengan untaian emas sekalipun, maka akan berharap memiliki petak kedua, lanjut ketua di Sekolah Tinggi Agama Islam Bani Fatah atau Staibafa Tambakberas Jombang tersebut.

Bahkan dengan menyebut surat Al-Takatsur, alumnus pascasarjana Universitas Islam Malang (Unisma) ini mengemukan hanya kematian yang bisa menghentikan ambisi berburu dunia. “Kalau sudah ajal datang, maka selesai sudah ambisi berburu harta,” jelasnya.

Kendati demikian, Islam bukannya melarang umatnya untuk menjadi kaya. “Boleh kaya, asal digunakan sesuai kebutuhan,” ungkapnya. Dalam artian, kekayaan yang ada dimanfaatkan untuk keperluan yang memang dibenarkan. Dari mulai untuk biaya mondok, sekolah, hingga kebutuhan pokok harian, lanjutnya.

Memiliki kendaraan mewah dalam pandangan alumnus Madrasatul Qur’an Tebuireng ini dapat dibenarkan. Asal bukan untuk motivasi pamer, melainkan demi kesehatan dan kenyamanan. “Apalagi seperti kiai dan ulama yang memang banyak menghabiskan waktunya ke berbagai daerah untuk menyapa masyarakat,” ungkapnya.

Sebagai bentuk kehati-hatian, khalifah Abu Bakar Shiddiq dalam sebuah kesempatan pernah berdoa agar jangan sampai kekayaan ada di dalam hatinya. “Cukup harta ada di tangan,” kata salah seorang pengasuh di Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang tersebut. 

Ini memberikan pesan bahwa harta dan kekayaan yang dimiliki tidak sampai mempengaruhi hati, apalagi melupakan tujuan hidup di dunia. “Bahkan kalau bisa menjadi kalangan dermawan,” kata menantu KH Jamaluddin Ahmad tersebut.

Gus Kholiq kemudian menceritakan salah seorang kiai yang kini diberi anugerah memiliki pesantren besar. “Padahal yang bersangkutan bukanlah anak dan menantu kiai,” sergahnya. 

Lantas apa yang membuat kiai ini memiliki karamah seperti itu, padahal sang ayah adalah penjual dawet di pasar? “Lantaran ayahnya memiliki kegemaran bersedekah,” tutur Gus Kholiq. 

Karenanya, kiai yang pernah dipercaya sebagai Katib Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Jombang tersebut berpesan kepada jamaah untuk dermawan. “Orang hebat lahir dari orang tua yang dermawan,” tandasnya. (Ibnu Nawawi)