Cirebon, NU Online
Setelah Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Indonesia tak lupa menggelar kegiatan Halal Bi Halal sebagai sarana maaf-maafan.
"Halal bi halal karya cerdas Ulama Indonesia," ujar Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Indonesia (PCNU) Kabupaten Cirebon, Jawa Barat KH Wawan Arwani Amin saat memberikan ceramah pada halal bi halal Desa Keduanan, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon, Ahad (9/6).
Kiai Wawan menjelaskan bahwa dalam kegiatan tersebut menjalin silaturahim. Pertemuan tersebut juga menghasilkan pertukaran pikiran. "Silatul afkar, tukar pikiran. Ada diskusi ilmiahnya," ujarnya.
Dari pertukaran pikiran itu, kata Kiai Wawan, supaya berlanjut pada silatul a'mal, penerapan amalan ajaran Islam. Begitulah hebatnya ulama Indonesia, jelasnya, dalam memahami ajaran Islam luar biasa. "Jadi, tidak harus ada di Arabnya," tandasnya.
Pengasuh Pesantren Nur Arwani, Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat itu mengungkapkan bahwa meskipun hal tersebut tidak dilakukan Nabi, tetapi bukan berarti dilarang. "Tidak serta merta dilarang semua hal yang tidak diawali Nabi," katanya.
Mengutip Imam Syafi'i, Kiai Wawan menyebut bahwa tidak semua yang bid'ah itu sesat, buruk, dan masuk neraka. Pasalnya, Nabi beberapa kali membolehkan bahkan memuji perilaku tersebut.
Setidaknya, Kiai Wawan mencontohkan tiga hal. Pertama shalat sunah wudlu. Shalat itu diawali oleh Sahabat Bilal bin Rabah. Saat duduk-duduk bareng Nabi Muhammad SAW, Nabi bercerita mendengar suara langkah sandal Bilal di surga saat memandang ke langit.
Lalu, Nabi pun bertanya ke Sahabat Bilal terkait amal ibadah apa yang istiqamah ia lakukan. Bilal pun mengaku tidak punya amal apapun. Namun, ia mengungkapkan bahwa ia sayang jika wudlu tak dilanjutkan dengan shalat. "Kalau yang dilakukan sahabat Nabi itu salah pasti dilarang. Nyatanya, Nabi berkomentar dengan memujinya. 'Baik, banget'," jelasnya.
Selain itu, Nabi juga mengapresiasi seorang imam Masjid Quba yang selalu membaca surat Al-Ikhlas setiap rakaat kedua di saat para sahabat lainnya mengadu ke Nabi.
Imam masjid tersebut menjelaskan kepada Nabi bahwa ia senang dengan surat tersebut karena banyak menyebut asma-asma Allah sehingga mengantarkannya masuk surga. Di samping itu, sahabat juga makan daging dhab, sejenis biawak yang hanya bisa hidup di darat. Meski Nabi tidak memakan daging tersebut, Nabi juga tidak melarangnya. (Syakir NF/Muiz)