Daerah

Forum Ini Rutin Ngaji Kitab Hujjah Aswaja Karya KH Ali Ma’sum

NU Online  ·  Selasa, 10 Mei 2016 | 06:00 WIB

Wonosobo, NU Online
Forum Silaturahim Santri Al-Muntaha Wonosobo, Jawa Tengah dalam dua bulan terakhir ini, sejak medio Maret lalu rutin mengaji kitab Hujjah Ahlissunnah wal Jamaah karangan KH Ali Ma'sum, Krapyak, Yogyakarta. Kajian tersebut digelar tiap Malam Ahad dengan tempat bergilir dari satu pesantren ke pesantren lain yang mayoritas berada di daerah Kalibeber, Wonosobo .  

Menurut salah satu pegiat forum ini, Marfuin, Forum Al-Muntaha merupakan sebuah forum yang dibentuk para pengurus pesantren-pesantren yang  para pengasuhnya masih memiliki geanologi atau sanad keilmuan dengan almaghfurlah simbah KH. Muntaha al-Hafidz, Pesantren Al-Asyariah Kalibeber Wonosobo.  

"Di antara maksud tujuannya sebagai sarana silaturahim antar pesantren-pesantren tersebut, yang salah satunya diejawantahkan dalam program kegiatan forum diskusi para santrinya", kata lurah pesantren Nurun ala Nur Bogangan ini.

Dalam tiap kali pertemuannya dihadiri kurang lebihnya 30 peserta yang umumnya adalah delegasi para pengurus pondok-pondok setempat . Teknis jalannya diskusi diawali dengan pembacaan secara tekstual materi kitab Hujjah Ahlissunnah wal Jamaah oleh petugas yang dapat giliran membaca. Usai dibaca materi tertentu serta disimpulkan poin-poin pokok dari materi tersebut kemudian dimulailah sesi diskusi. Karena bukan forum formal sebagaimana bahstul masail resmi, maka jalannya diskusi acap dapat berkembang dan melebar cakupan topiknya.

Misalnya pada pertemuan ke delapan, malam Ahad (30/5) di pesantren Nurul Mubin, Munggang Wonosobo, kajian mereka telah sampai pada sub judul yang topiknya tentang pertanyaan apakah dalam alam kubur itu telah terdapat balasan siksa dan nikmat (topik nomer tujuh). Setelah salah satu peserta musyawarah membacakan paparan dalil dan hujjah (argumentasi) yang dikemukakan muallif  baik dari Al-Qur'an maupun Sunnah, yang kesimpulannya berdasarkan paham dan keyakinan Aswaja, bahwasanya siksaan dan nikmat dikubur itu ada. Artinya sejak masih di alam barzakh sudah ada siksa dan nikmat yang dirasakan oleh mayyit.

Dalam diskusi, muncul pertanyaan dan tanggapan beragam. Salah satunya muncul pertanyaan apakah keyakinan adanya siksa kubur ini dan termasuk juga adanya kehidupan setelah kematian itu selain melalui pembuktian teologis dapat pula dibuktikan secara ilmiah dan saintifik agar bertambah yakin. Menanggapi pertanyaan ini muncul berfariasi jawaban dara peserta forum.

Di antara peserta musyawirin mengemukakan pendapat bahwasanya memang dalam konteks dan strategi dakwah lebih-lebih bagi yang belum beriman, menjelaskan kebenaran siksa dan nikmat kubur serta hal-hal ghaib lainnya penting dan perlu. Tapi ranah kitab hujjah dimaksudkan oleh penulisnya merupakan hujjah atau argumentasi dalam tataran teologi dan fikih. Jadi memang belum ditujukan dalam konteks argumentasi ilmiah dan bukti saintifik.

Seorang peserta lain berpendapat  bahwa soal yang ghaib termasuk juga siksa kubur dan kehidupan pasca kematian merupakan ranahnya keimanan, bukan wilayahnya akal rasio. Sehingga menurut peserta ini cukuplah hal-hal yang sifatnya ghaib tersebut diimani saja.

Ada pula peserta yang mengajukan opini secara falsafati. Dia mengatakan, meski kebenaran alam ghaib seperti adanya alam kubur dan siksanya, kehidupan setelah kematian, eksistensinya ruh dan sejenisnya masih relatif sedikit yang memberikan bukti secara pendekatan ilmiah, namun secara filsafat sudah sekian lamanya mendapatkan penguat. Salah satunya "alam ide" yang dicetuskan oleh Plato, filosof Yunani kuno.  Menurut Plato dengan alam idenya, berpendapat bahwa konsep "ada" itu terbagi menjadi dua. Pertama ranah materi yang kongkret. Kedua ranah immateri yang abstrak. Dari sisi ini, keberadaan dunia metafisika atau meta rasional sudah sekian lamanya dibenarkan dalam tataran filsafat, lewat konsep "ide"-nya Plato.          

Kendati diskusi kerap berjalan dan berkembang luas seperti di atas, tapi secara umum pada akhirnya dikembalikan juga dalam frame kajian fikih sebagaimana kitab hujjah ahlussunah yang materinya memang dimaksudkan berada dalam ranah khilafiyah fan fiqih. (M. Haromain/Mahbib)