Daerah

Dinilai Rugikan Rakyat, PMII Guluk-Guluk Kritisi Omnibus Law

Jum, 21 Februari 2020 | 02:00 WIB

Dinilai Rugikan Rakyat, PMII Guluk-Guluk Kritisi Omnibus Law

Dengan penuh semangat, pengurus dan anggota PMII Guluk-Guluk berdiskusi tentang Omnibus Law. (Foto: NU Online/Hairul Anam)

Sumenep, NU Online

Omnibus Law yang dikeluarkan oleh pemerintah menuai pro dan kontra dikalangan publik. Sebagian besar memandang bahwa adanya peraturan tersebut hanya diperuntukkan kepada segelintir orang, masyarakat kapital. Sedang bagi masyarakat pinggiran atau rakyat secara keseluruhan harus menelan pahitnya aturan jika disahkan.

 

Hal itulah yang memancing kalangan mahasiswa termasuk kader-kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) untuk membedah dan membahasnya. Tampak sekali saat Pengurus Komisariat PMII Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur menggelar diskusi dengan tema Omnibus Law untuk Siapa?, yang bertempat di komisariat setempat.

 

Mereka juga merasa geram pada pemerintah dalam mengeluarkan undang-undang manakala abai pada kondisi masyarakat bawah. Bagi PMII Guluk-Guluk, hal itu perlu disikapi secara kritis tanpa harus anarkis.

 

"Omnibus Law di sini kami menganggap bahwa hanya diperuntukkan bagi masyarakat kapital atau kaum pemodal. Itu terbukti dengan berupaya memangkas undang-undang yang tidak mengontrol secara positif jalannya investasi," tegas Ketua Komisariat PMII Guluk-Guluk, Moh Faiq.

 

Padahal dengan semakin membuka kran investasi, tambahnya, akan menjadikan bangsa Indonesia terus mengalami alih fungsi lahan, dikarenakan meningkatnya pembangunan atas dalih perekonomian. Itu lebih ironis lagi dengan cara merusak alam.

 

"Sudah banyak kejadian akibat dari maraknya investor alih fungsi lahan terus gencar dilakukan, buktinya di Kabupaten Sumenep. Tahun 2016 lalu, sudah sekitar 500 hektare tanah yang dikuasai oleh pemodal, membuat nestapa para rakyat kecil," lanjutnya.

 

Padahal melalui cara demikian, tegas Faiq, sama sekali tidak menjamin semakin meningkatnya perekonomian. Justru terus memperburuk keadaan akibat terampasnya ruang hidup; tanah, dari masyarakat proletar ke masyarakat kapital.

 

"Jelas sekali kami menolak Omnibus Law ini, berharap ke pihak berwenang agar tidak terlalu terburu-buru untuk mengesahkannya," tegas Faiq.

 

PMII Guluk-Guluk mengimbau kepada segenap kalangan, utamanya mahasiswa, untuk tidak berdiam diri. Minimal mengkritik secara logis dan beradab di media sosial (medsos).

 

"Kalaupum mau turun jalan, tentu juga bagus. Asalkan tidak anarkis. Khusus PMII Guluk-Guluk, lebih memilih membedahnya lewat kajian yang melibatkan para kader. Setidaknya kita tercerahkan bagaimana kondisi terkini pemerintahan di republik ini," tukasnya.

 

Kontributor: Hairul Anam

Editor: Aryudi AR