Daerah

Bentuk Basis Sarbumusi, 22 Buruh Dipecat Perusahaan

NU Online  ·  Jumat, 28 Juni 2019 | 07:30 WIB

Bentuk Basis Sarbumusi, 22 Buruh Dipecat Perusahaan

Ketua Sarbumusi Jember duduk bersila pakai songkok haji

Jember, NU Online
Tidak mudah bagi organisasi serikat pekerja untuk membentuk unit perwakilan  di sebuah perusahaan. Paling tidak, inilah yang dirasakan oleh Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Sarbumusi Kabupaten Jember, Jawa Timur. Organisasi buruh di bawah naungan NU ini mempunyai pengalaman tak menyenangkan dalam membentuk Basis Sarbumusi di sejumlah perusahaan di Jember.

“Yang terbaru, 22 anggota Sarbumusi menerima PHK sepihak dari PT Bangun Indoparalon Sukses,” tukas Ketua DPC Sarbumusi Kabupaten Jember, Umar Farouk kepada NU Online di Jember, Kamis (27/6).

Menurut Farouk, pemecatan 22 buruh tersebut karena mereka membentuk Basis Sarbumusi di perusahaan paralon itu. Dikatakannya, pimpinan perusahaan khawatir buruh yang ikut organisasi serikat pekerja bisa berani unjuk rasa, mengkritik perusahaan dan sebagainya.

“Padahal tidak seperti itu. Justru kami ingin membantu perusahaan agar buruh yang menjadi anggota kami, itu disiplin dan tidak neko-neko,” jelasnya.

Selain mengajarkan disiplin, Sarbumusi juga mengajarkan buruh soal tanggung jawab, hak, dan kewajibannya sebagai buruh. Sehingga mereka tidak mudah dikelabui dan tidak gampang mengelabui perusahaan. Oleh karena itu, kata Farouk, jika ada anggapan bahwa anggota Sarbumusi dilatih untuk pandai unjuk rasa, itu salah besar.

“Salah satu yang membuat perusahaan sehat adalah buruh dan perusahaan tahu dan menjalankan hak dan kewajibannya,” lanjut Farouk.

Ia menambahkan bahwa kebebasan buruh dalam berserikat dijamin oleh Undang-undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jika pimpinan perusahaan menghalangi-halangi buruh berserikat, bisa dipidana berdasarkan Pasal 43 jo Pasal 28 Undang-undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

“Ini tidak main-main, ada sanksi penjaranya. Kalau tidak keliru hukumannya antara satu sampai lima tahun, dan atau denda berkisar Rp. 100 juta sampai Rp. 500 juta,” urainya. (Aryudi AR)