Daerah

Beda Sikap antara Aswaja, Jabariyah, dan Muktazilah saat Hadapi Musibah

Kam, 19 Maret 2020 | 00:00 WIB

Beda Sikap antara Aswaja, Jabariyah, dan Muktazilah saat Hadapi Musibah

Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Pringsewu, Lampung H Taufik Qurrahim. (Foto:NU Online/Faizin)

Pringsewu, NU Online
Di tengah merebaknya virus Corona atau Covid-19, pemerintah dan beberapa organisasi kemasyarakatan (Ormas) termasuk Nahdlatul Ulama (NU) mengeluarkan kebijakan untuk mengantisipasi penyebaran virus membahayakan itu. Seperti adanya pembatasan berkumpul, shalat Jumat yang sementara ditiadakan bagi daerah terdampak, dan lain sebagainya.
 
Dalam praktiknya di lapangan, kebijakan-kebijakan itu diterima oleh masyarakat tidak dalam satu pandangan, bahkan kadang disalahpahami. Menyikapi kondisi tersebut, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Pringsewu, Lampung H Taufik Qurrahim menegaskan bahwa imbauan yang dikeluarkan adalah demi kemaslahatan bersama, bukan karena takut terhadap penyakit atau imbauan dari orang yang tidak beragama.
 
"Kita yang memegang teguh Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) harus bersikap di tengah-tengah (moderat) dalam segala hal termasuk bila ada musibah. Tidak seperti kelompok Jabariyah yang hanya sepenuhnya terserah Allah. Meskipun salaman dengan penderita virus, tidak pakai masker, mendatangi dan menciumi korban, bila belum takdirnya juga tidak akan mati," katanya kepada NU Online, Rabu (18/3).
 
Begitu juga Aswaja tidak seperti penganut Muktazilah yang berprinsip bahwa apa yang menurut akal dari kesehatan, dokter dan Lain-lain di ikuti bukan karena takdir Allah.
 
"Kita penganut Asy'ariah Aswaja maka di tengah-tengah antara keduanya (Jabariyah dan Muktazilah) dalam menyikapi dan menghadapi bencana dan takdir ini. Ikhtiar secara dhahir harus dilakukan. Ikhtiar secara batin, berdoa dan saling mendoakan sebagai tawakal kepada Allah pun harus di tambah," tegasnya.
 
Ia menambahkan bahwa shalat berjamaah di masjid tetap dilakukan begitupun shalat Jumat di masjid masih bisa dilakukan. Namun kegiatan-kegiatan massal yang melibatkan massa besar seperti pengajian akbar dan sejenisnya harus mempertimbangkan mudlaratnya dan dijadwal ulang.
 
"Bukan di bubarkan atau ditiadakan. Semua ini guna mengurangi penyebaran virus yang medianya bisa melalui manusia, air, angin dan alam," jelasnya.
 
Munculnya pemahaman salah terkait larangan atau imbauan beberapa ibadah yang dilakukan bersama-sama dibatasi bukan bentuk pelarangan beribadah. Semua ini dilakukan untuk menjaga jiwa dan raga dari bahaya Covid-19 yang hukumnya juga wajib.
 
Ia pun menyampaikan penjelasan bahwa permasalahan yang sedang dihadapi saat ini adalah pergerakan virus yang cepat dan tak terdeteksi.
 
"Menurut para pakar di bidangnya, virus ini bergerak terlalu cepat dan tidak terdeteksi siapa pembawanya. Dan korban yang kena pun selama 5-7 hari tidak merasa dirinya kena virus karena tidak ada tanda-tandanya," jelasnya.
 
Virus ini juga tidak terdeteksi dengan alat detektor yang saat ini dipakai di bandara, kantor, RSU dan di tempat fasilitas umum. Dalam jangka waktu 5-7 hari penderita belum mengeluh panas, demam, sesak napas dan gejala kena virus ini. Virus ini bisa menularkan pada orang lain sepuluh, dua puluh, seratus, dua ratus, dan seterusnya.
 
Ia menyontohkan jika satu kelas ada satu penderita, maka bila ia bersin bisa semua anak dalam satu kelas kena virus ganas ini. Dan orang lain yang tidak bersalah karena berinteraksi langsung akan jadi korban dari satu kelas ini. 
 
"Mari kita patuhi anjuran-anjuran demi kemaslahatan bersama. Jangan lupa bersih-bersih tangan dengan alkohol, cleaner, detrol dan lain-lain, juga dengan berwudlu dan menjaga stamina prima agar imun terhadap virus," ungkapnya.
 
Taufik juga mengingatkan dan mengimbau masyarakat tidak mendatangi daerah yang terpapar virus dan menjauhi orang yang terkena virus. Semua merupakan ikhtiar secara lahiriyah yang akan banyak membantu orang lain. Ia mengingatkan bahwa berkerumunnya manusia dalam satu tempat, menjadi salah satu media penyebaran yang sangat cepat dalam penularan Covid-19. "Makanya sudah sebaiknya dihindari. Bukan dibubarkan," tandasnya.
 
Kontributor: Muhammad Faizin
Editor: Syamsul Arifin