Daerah

Bagi Gus A’ab Hidup adalah Keluarga dan Berdakwah

NU Online  ·  Sabtu, 9 Juli 2016 | 08:01 WIB

Jember, NU Online
Bagi Ketua PCNU Jember, KH Abdullah Syamsul Arifin atau Gus A’ab, Idul Fitri adalah waktu jeda dari kegiatan rutin; mengisi pengajian. Lebaran memang waktunya berkumpul bersama keluarga. Menikmati kebersamaan bersama orang-orang terdekat maupun keluarga jauh. 

Hal ini juga dilakukan Gus A’ab, sapaan akrabnya. Namun biasanya 7 hari setelah lebaran, justru banyak masyarakat yang menggelar halal bihalal, dan lumrahnya  itu juga diisi dengan pengajian. "Idul Fitri bagi saya adalah waktu istirahat, walaupun hanya sebentar," ucapnya.

Selain sebagai ketua PCNU Jember, dia juga menjabat Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Jember. Yang banyak menyita waktu adalah kegiatannya selaku muballigh. Nama Kiai muda ini cukup moncer di masyarakat. Tidak hanya ahli pidato, tapi juga ahli debat, lebih-lebih soal Aswaja. 

Pada tahun 2007, namanya sempat menjadi buah bibir di kalangan warga NU setelah dalam debat terbuka di IAIN Sunan Ampel Surabaya, dia "menaklukkan" Muammal Hamidy, yang mewakili pengarang buku "Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dikir Syirik". Setahun kemudian, ia berhadapan dengan Ulil Abshar Abdalla dalam debat terbuka di Pesantren Bumi Shalawat Sidoarjo pimpinan KH. Ali Agoes Masyhuri.

Setiap hari bahkan sampai 2 hingga 3 kali menghadiri undangan pengajian. Wilayah dakwahnya, tidak hanya di Jember tapi juga merambah ke kota-kota di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jakarta, Bali, Kalimantan, Sumatra, Batam dan bahkan Papua. Di luar negeri, Malaysia, Hongkong dan Thailand sudah beberapa kali  kali Gus Aab mengisi pengajian di situ. 

4 tahun  tahun lalu, selama bulan Ramdhan dia keliling Eropa. Beberapa bulan lalu juga berdakwah di Amerika Serikat. Jadual begitu padat, namun Gus Aab masih bisa berbagi waktu dengan keluarga dan tugas formalnya sebagai Dekan. "Misi saya hanya satu, malakukan dakwah, khususnya  Islam ala Ahlussunah wal Jamaah," ucapnya.

Selepas  lebaran ketupat ini, seabrek kegiatan sudah menunggu Gus A’ab. Dia dijadualkan  mengisi  pengajian di Mojokerto, Kediri, Bangkalan dan Sampang. Tanggal 21 hingga 24 bulan ini Gus A'ab akan terbang ke Jayapura untuk mengisi penjajian di beberapa titik di Bumi cenderawasih itu. "Pulang dari Jayapura, saya kembali mengisi pengajian sejumlah kota di Jawa Timur," jelasnya.

Sebagaimana muballigh lainnya, Gus A'ab tak pernah memamok "harga" sebagai imbalan dari dakwahnya. Jika lokasi undangannya masih memungkinkan ditempuh dengan kendaraan darat,  Gus A'ab  membawa mobil sendiri. Tapi kalau tak memungkinakn, maka Gus A'ab minta disiapkan tiket panitia pengajian. "Yang penting saya sampai di lokasi pengajian. Soal nanti  dikasih imbalan itu terserah panitia," tukasnya.

Gus A'ab mengaku  tak setuju adanya anggapan sumbang bahwa dakwah dijadikan bisnis. Katanya, dalam  dakwah tidak ada bisnis. Soal ada uang sebagai imbalan, itu wajar-wajar saja untuk menjaga kesinambungan dakwah. Sebab, muballigh juga manusia yang punya tanggung jawab ekonomi terhadap keluarganya. 

"Makanya saya agak kaget ketika beberapa waktu lalu, ada seorang muballigh sampai diberitakan minta imbalan Rp50 juta saat mengisi ceramah di Hongkong. Dugaan saya itu ditangani oleh semacam agen. Muballighnya saya yakin tidak seperti itu. Kebetulan seminggu sebelum ribut-ribut itu saya di Hongkong mengisi pengajian juga," terangnya. (Aryudi A. Razaq/Fathoni)