Baitul Muttaqin Al Majid
Penulis
Begitu sejamaah orangābaik yang duduk di dalam maupun di serambi mushalaātampak khidmat menyimak seseorang mulai membaca kitab al-Barzanji, sontak seluruh tumbuhan di pekarangan depan mushala itu yang beberapa saat tadi masih ada yang omong-omongan, seketika terdiam. Tumbuh-tumbuhan itu turut mendengarkan pembacaan kisah perjalanan hidup Kanjeng Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam tersebut dengan penuh kegembiraan.
Namun, tidak lama kemudian, si pohon jambu biji yang posisinya paling dekat dengan mushala itu menangis sesenggukan. Dengan anggapan tangisan tersebut bakal mengganggu kekhidmatan pepohonan lainnya, si pohon kelengkeng menanyakan apa yang menjadikan temannya itu tersedan-sedan?
Karena si pohon jambu biji belum mau menjawab, si pohon kelengkeng coba menghiburnya dengan menyatakan bahwa sebagai pohon yang hidup setelah kelahiran Kanjeng Nabi seharusnya mereka gembira, karena menjadi sarana amalāsedekah jariyahābagi umatnya yang menanam mereka. Sementara mereka tidak pernah tahu bagaimana saudara-saudara mereka sesama pohon yang hidup sebelum Kanjeng Nabi, apakah mereka menjadi sarana amal bagi umat Nabi sebelum Kanjeng Nabi atau bukan.
Namun, bukannya reda, tangis pohon jambu biji itu malah kian kencang. Ini menjadikan si pohon kelengkeng tampak gelagapan. Alhamdulillahādemikian benaknyaāsebatang rumput yang tumbuh di antara dirinya dan si pohon jambu biji turut ngeneng-ngenengiāmembujuk agar si pohon jambu biji menghentikan tangisan. Sementara si pohon jambu biji masih terisak-isak, si rumput menyatakan kesetujuannya atas apa yang oleh si pohon kelengkeng tadi utarakan, kemudian ia menambahkan,
"Selain itu, sampean tahu, beberapa saudara kita di masa lalu menjadi mukjizat kenabiannya, seperti sebatang pohon kurma, yang membuktikan bahwa Kanjeng Nabi amat mengasihi sesama manusiaā¦"
Baca Juga
Begawan Cangkul
Ceritanya, demikian rumput itu melanjutkan, seorang sahabat bernama Abu Dujanah setiap kali selesai berjamaah shalat Subuh, langsung bergegas pulang ke rumahnyaātidak mengikuti doa bersama Kanjeng Nabi. Suatu saat Kanjeng Nabi menegurnya, menanyakan apakah ia tidak butuh Gusti Allah Taāala?
Abu Dujanah menjawab dengan menyatakan bahwa tentu saja ia butuh Gusti Allah Taāala. Kemudian, setelah ditanya oleh Kanjeng Nabi kenapa ia tidak berdoa bersama Kanjeng Nabi, Abu Dujanah menjawab dengan menceritakan bahwa di halaman rumah tetangganya ada sebatang pohon kurma yang berdekatan dengan rumahnya. Di malam hari, apabila angin berembus kencang, buah-buahnya yang matang berguguran di halaman rumahnya. Dan, apabila anak-anaknya bangun dan merasa lapar, barang tentu mereka akan memakan kurma-kurma yang mereka temukan. Maka begitu selesai jamaah shalat Subuh ia buru-buru pulang untuk mengumpulkan kurma-kurma ituāsebelum ditemukan oleh anak-anaknyaāuntuk kemudian memberikan kepada tetangganya.
Suatu saat, mendapati seorang anaknya mengulum kurma tersebut, maka ia mengeluarkan kurma itu dengan jarinya. Kendatipun anaknya menangis karena lapar, ia menyatakan pada anaknya bahwa ia tidak akan membiarkan barang haram memasuki perut anaknya. Kemudian ia bergegas ke rumah tetangganya, memberikan kurma-kurma tersebut. Demikianlah Abu Dujanah, dalam kondisi ekonomi kekurangan, ia tetap berusaha menjaga keluarganya dari memakan sesuatu yang bukan hak mereka.
Mendengar jawaban tersebut, kedua mata Kanjeng Nabi tampak berkaca-kaca. Kemudian saat Kanjeng Nabi bertanya siapa pemilik pohon kurma itu, Abu Dujanah menjawab bahwa pemiliknya seorang munafik.
Baca Juga
Pengemis yang Kelima
Kanjeng Nabi mengundang orang tersebut, menawarinya pertukaran pohon kurma itu dengan sepuluh pohon kurma yang akarnya terbuat dari intan berlian kelak di surgaāyakni dengan cara memberikannya pada Abu Dujanah. Namun orang tersebut hanya mau pembayaran kontan, bukan dengan janji ganjaran yang, menurutnya, ia dapat entah kapan.
Mendengar pernyataan tersebut, Abu Bakar ash-Shiddiq yang berada di tempat itu, menawarkan pembelian pohon itu dengan sepuluh pohon kurma kualitas unggul yang langsung diiyakan. Kemudian Abu Bakar memberikan pohon tersebut pada Abu Dujanah.
Beberapa saat kemudian, sesampai di rumah, orang munafik tersebut menceritakan pada istrinya kejadian yang baru ia alami. Kemudian ia mengatakan pada istrinya bahwa kendatipun pohon tersebut bukan lagi milik mereka dan karena masih berada di pekarangannya, ia masih dapat memanennya sehingga Abu Dujanah tidak akan mendapatkan apa-apa. Namun, sungguh di luar dugaannya, pagi berikutnyaāatas kuasa Gusti Allah Taāala sebagai mukjizat untuk Kanjeng Nabiāia mendapati pohon itu telah pindah ke halaman rumah tetangganya.
Seusai mendengar cerita itu, lagi-lagi bukannya reda, tangis pohon jambu biji itu malah kian kencangāmenjadikan beberapa pohon turut tersita perhatian mereka padanya. Kemudian setelah si pohon jarakāyang tak lain adalah kawan akrab si pohon jambu bijiāmenanyakan kenapa ia menangis seperti itu, barulah si jambu biji menjawab sembari sesekali masih terisak-isak.
Ini, kata si pohon jambu biji, bermula saat siang tadi saat seekor burung peking beristirahatābertengger di dahannya. Setelah terlelap untuk beberapa saat, si burung menceritakan pada pohon itu bahwa beberapa hari lalu ia bertemu seekor burung dari jenis yang, sepertinya, baru kali itu ia jumpai. Seusai mereka saling uluk salam kemudian berkenalan, burung asing itu menyatakan bahwa memang ia datang dari seberang pulau yang cukup jauh. Hal ini ia lakukan karena belakangan orang-orang kian suka menebangi pepohonan di hutan tempat tinggalnyaāmenjadikan ia dan teman-teman sesama burung harus sering berpindah-pindah sarang.
Untuk beberapa saat ia terdiamāboleh jadi hanyut terkenang masa silam. Sementara itu, beberapa burung tampak menclok di dahan-dahan pepohonan dekat kami beradaāagaknya turut mendengarkan cerita si burung asing itu.
Selain itu, si burung asing melanjutkan, berbeda dengan orang-orang di masa lalu yang kabarnya sebelum menebang sebatang pohon mereka menanam beberapa bibit pohon terlebih dahulu, orang-orang yang menebangi di hutan tempat tinggalnya tersebut sukanya cuma menebang tanpa pernah sekali pun mau menanam.
Baca Juga
Ladang Jagung
Ini menjadikan pohon di hutan tempat tinggalnya, dari hari ke hari, kian jarangāmengakibatkan ia juga teman-teman sesama burung kian kelabakan mencari pohon untuk bersarang. Maka mereka memutuskan untuk pergi mencari hutan lain untuk tempat tinggal. Mula-mula mereka mencari hutan di dalam pulau itu, namun karena hutan-hutan lainnya mengalami nasib yang hampir samaādi antaranya malah ada yang dibakar pepohonannyaāmereka memutuskan terbang menyeberang lautan dengan harapan mudah-mudahan di pulau lainnya masih ada hutan untuk mereka bersarang.
Demikianlah, kemudian saat si burung peking mau menanggapi, sekonyong-konyong seekor burung yang menclok beberapa saat tadi ngomong, "Tidak tahukah orang-orang itu bahwa oksigen yang mereka sedot dihasilkan oleh pepohonan?"
"Tidak tahukah orang-orang itu bahwa limbah asap yang mereka hasilkanāyang membahayakan merekaābakal dihisap untuk kemudian diolah sebagian menjadi oksigen oleh pepohonan?" sahut seekor burung lainnya yang langsung dikomentari oleh seekor burung yang berada di sampingnyaābarangkali pasangannya, "Subhanallah, sedemikian rupa pengaturan-Nya."
"Tidak tahukah orang-orang itu bahwa sebagian makanan mereka dihasilkan pepohonan?" sahut seekor burung lainnya.
Seekor burung yang lain menimpali, "Tidak tahukah orang-orang itu bahwa apabila mereka makan daging hewan, kambing misalnya, makanan kambing itu adalah dedaunan pepohonan?"
"Subhanallah, sedemikian rupa pengaturan-Nya!"
"Tidak tahukah orang-orang itu bahwa sebagian obat yang menyembuhkan sakit mereka dihasilkan pepohonan?" sahut seekor burung lainnya.
Seekor burung yang lain menimpali, "Tidak tahukah orang-orang itu bahwa madu yang amat bermanfaat bagi kesehatan mereka dihasilkan oleh para lebah setelah menyesap sari kembang pepohonan?"
Kemudian secara serempak burung-burung itu berseru, "Subhanallah,Ā sedemikian rupa pengaturan-Nya."
Sementara si burung asing agaknya rada terhibur dengan sahut-sahutan mereka, demikian si burung peking melanjutkan cerita, beberapa jarak di bawah mereka seseorangāyang beberapa saat tadi lewat untuk kemudian berhentiātampak tercengang. Sepertinya orang itu baru kali itu mendapati burung-burung saling bersahutan sedemikian seruāsedemikian merdu. Sayangnya, sepertinya orang itu tidak memahami apa yang mereka sampaikan kecuali hanya sebatas kicauan. Hingga-hingga saat para burung itu diam, orang itu pun beranjak dari tempat itu.
Kemudian, satu di antara burung-burung itu bercerita bahwa pada suatu pagi ia terbang untuk mencari makanan ke tempat permukiman manusia. Beberapa saat kemudian, hujan turun menjadikannya berteduh menclok pada kongsol serambi sebuah rumah warga. Karena hujan tidak kunjung reda dan air mulai menggenangi permukiman itu, maka ia berniat pergi ke tempat lain.
Namun, baru saja ia mengepakkan sayap, sekonyong-konyong terdengar teriakan minta tolong. Ia pun terbang ke sumber suara itu yang rupanya seekor anak kodok yang tampak hanyut tersapu aliran air tersebut. Kendatipun ia tahu bahwa seekor kodok dapat hidup di darat dan di air, karena si kodok butuh pertolongan, ia pun ngelop menghampirinya sembari menyuruh si kodok menggayutkan pegangan pada kedua kakinya.
Kemudian sembari mereka terbang mencari tempat yang aman untuk mendarat, si kodok bercerita bahwa sepanjang hanyut tadi aliran air hujan tersebut menyayangkan kelakuan sebagian orang-orang di permukiman yang menganggap kedatangan merekaāaliran hujanāmenyusahkan warga permukiman tersebut. Padahal, sebagai hujan, mereka dicurahkan oleh Gusti Allah Taāala sebagai nikmat untuk mencukupi kebutuhan berbagai makhluk ciptaan-Nya di bumi seperti manusia, binatang dan tetumbuhan.
Di samping itu, sebagai air hujan yang berkali-kali mengalami siklus dalam perjalanan waktu, mereka mengalami bahwa dahulu begitu mereka jatuh menyentuh tanah, akar-akar dari banyak pepohonan amat gembira menyambut mereka sebagai cadangan air apabila kelak kemarau datang. Namun, dari waktu ke waktu, jumlah pepohonan kian berkurang dan terus berkurang, hingga-hingga kini begitu mereka jatuh menyentuh tanah, karena sedikit akar pohon yang menyerap mereka, mereka pun bablas mengalir ke permukiman itu.
"Pertanyaannya sekarang," demikian si burung mengakhiri cerita si anak kodok dengan melempar tanya, "Siapa yang suka mengurangiādalam taraf yang cukup mencengangkanājumlah pepohonan?"
Mewakili segenap jenis binatang mulai dari yang terbesar seperti gajah hingga yang terkecil seperti kutu, serempak burung-burung ituātermasuk si burung peking dan si burung asingāmenjawab, "Yang jelas bukan kami para binatang!"
Sementara itu pepohonan yang sedang mendengarkan cerita si jambu biji, sekonyong-konyong serempak menimpaliāmewakili segenap jenis tumbuhan yang ada di alam raya ini, "Yang jelas bukan kami para tumbuhan!"
Namun kemudian, lanjut si burung peking, entah mengapa si burung asing yang beberapa saat tadi tampak senang jadi murung kembali. Ketika ditanya kenapa, ia menjawab dengan menyatakan bahwa itu berarti nasib pepohonan di pulau ini sama dengan pepohonan di pulau tempat tinggalnya.
Kemudian, setelah ia mempertanyakan bagaimana selanjutnya nasibnya dan burung-burung di sini, si burung peking menjawab, "Tenang, kawan, bagaimanapun kita harus tetap bersyukur kepada Gusti Allah Taāala. Kendatipun kabarnya memang ada sebagian orang yang suka menebangi pepohonan di hutan-hutan di pulau ini, masih ada sebagian orang yang suka menanami pepohonan, baik di hutan maupun di pekarangan. Kita doakan saja semoga dari hari ke hari kian banyak jumlah orang-orang yang suka menanam ketimbang yang menebang pepohonan."
Serta merta seluruh burung dan tumbuhan di sekitar situ mengucap penuh harap, "Aamiin."
"Yang membuat saya menangis," kata si pohon jambu di ujung cerita, "adalah kerinduan saya pada Kanjeng Nabi Muhammad."
Mendengar nama Kanjeng Nabi disebut, sontak mereka menimpali dengan doa, "Shallallahu alaihi wa sallamā¦."
"Seperti yang kalian tahu bahwa Kanjeng Nabi diutus oleh Gusti Allah Taāala di akhir zaman sebagai rahmatākasih sayangātidak sebatas untuk umat manusia tapi juga untuk seluruh alam, termasuk pepohonan. Perhatian beliau terhadap keberlangsungan hidup kitaāpepohonanāamatlah dalam, hingga beliau berpesan pada umatnya: Apabila waktu kiamat telah tiba dan di tangan salah seorang kalian ada bibit tanaman, sekiranya bisa hendaknya ia tidak berdiri sebelum menanamābibit tersebut."
"Seperti yang kalian tahu, sekarang adalah malam peringatan hari kelahiran Kanjeng Nabi Muhammad yang lahir pada hari Seninā¦."
Lagi-lagi, mendengar nama Kanjeng Nabi disebut, sontak mereka menimpali dengan doa, "Shallallahu alaihi wa sallamā¦."
"Dan, tahukah kalian, saya baru mendengar kabar bahwa pada hari Senin Gusti Allah TaāalaāZat Pencipta, Pemelihara alam rayaāmenciptakan pepohonanā¦."
"Subhanallah, alhamdulillah," seru mereka bersamaan.
Begitu orang-orang di dalam mushala itu tampak berdiri serempak menyenandungkan 'Yaa Nabii salaam alaika yaa rasul salaam alaika ya habiib salaam alaika shalawatullah alaika', sontak seluruh tetumbuhan di pekarangan itu turut menyenandungkannya dengan nada penuh kegembiraan.
Kemudian tetumbuhan yang berada di pekarangan-pekarangan sekitar pekarangan itu pun bersama-sama turut menyenandungkannyaāmeluas dan terus meluas hingga seluruh tumbuhan di dunia pun bersama-sama turut menyenandungkannya. Sementara di angkasa, bulan nyaris purnama tampak turut gembira dengan berbagi kemilau cahaya.
Kesugihan, 1 November 2021Ā 17:02
Baitul Muttaqin Al Majid,Ā menulis cerita pendek dan humor.
Terpopuler
1
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
2
Khutbah Idul Adha: Menanamkan Nilai Takwa dalam Ibadah Kurban
3
Bolehkah Tinggalkan Shalat Jumat karena Jadi Panitia Kurban? Ini Penjelasan Ulama
4
Khutbah Idul Adha: Implementasi Nilai-Nilai Ihsan dalam Momentum Lebaran Haji
5
Khutbah Idul Adha Bahasa Jawa 1446 H: Makna Haji lan Kurban minangka Bukti Taat marang Gusti Allah
6
Khutbah Idul Adha: Menyembelih Hawa Nafsu, Meraih Ketakwaan
Terkini
Lihat Semua