Muhammad Faizin
Kontributor
Cerita Pendek Muhammad Faizin
Sudah lama bapak terbaring di tempat tidur. Hampir satu tahun ini, kami, anak-anaknya, bergantian merawatnya, datang ke rumah tua tempat kami dilahirkan dan dibesarkan oleh bapak dan ibu. Ibu sudah terlebih dulu berpisah dengan kami dua tahun lalu menghadap Yang Kuasa. Semenjak itu kondisi kesehatan bapak menurun. Sebagai keluarga besar, kami berembug membuat kesepakatan untuk berkhidmah pada bapak yang akhir-akhir ini sering menitip pesan pada kami.
Sore itu tak biasanya bapak menginginkan sembilan anaknya berkumpul. Walau ada yang di luar kota, tapi alhamdulillah, semua bisa datang sesuai harapan bapak. "Bapak pesan sama kalian tiga hal. Makanlah yang enak-enak, menikahlah terus, dan bangunlah banyak rumah. Mudah-mudahan hidup kalian berkah," kata bapak sambil menatap dengan sayu ke sembilan anak-anaknya.
Hening. Tak ada yang mampu untuk berbicara dan menanggapi pesan bapak. Berkecamuk pertanyaan di batin dan pikiran kami pada pesan yang bapak sampaikan. Pesan yang sulit kami cerna. Pesan sosok orang tua yang selama ini tidak pernah mengajarkan kami untuk cinta dunia. Sosok orang tua yang mengajarkan kami arti kesederhanaan hidup, kebahagiaan, dan keberkahan.
**
Satu tahun berlalu, di rumah tua yang sekarang ditempati si bungsu, kami berkumpul kembali untuk acara haul bapak. Kami mengumpulkan keluarga besar termasuk paman kami, H Mansur. Jauh-jauh ia menyempatkan diri datang dari luar pulau untuk bersama-sama kirim doa untuk almarhum bapak. Sambil menunggu acara haul dimulai bakda Isya, kami berkumpul di kamar bapak bersama-sama.
Suasana hening saat Paman Mansur mulai berbicara mengenang kiprah bapak dan kebersamaannya dalam keluarga. "Bapakmu itu orangnya sederhana. Makan seadanya tidak pernah neko-neko. Ia berprinsip makanlah jika benar-benar lapar karena disitulah kita akan merasakan nikmatnya makanan," katanya tentang sosok anak pertama di keluarganya itu.
Prinsip ini menurut Paman Mansur memang ditanamkan oleh simbah-simbah kami sejak dulu. Kehidupan yang penuh dengan kenikmatan ini terkadang menghanyutkan manusia ke dalam lembah keserakahan dan cinta dunia. Segala sesuatu ingin dimiliki dengan berbagai macam cara. Halal haram hantam. Setelah didapatkan, maka bukan kenikmatan yang didapatkan, malah sebaliknya akan terasa hampa. Konsep nerimo ing pandum (qana’ah) terhadap pemberian Allah akan menghantarkan manusia pada kenikmatan hidup yang hakiki.
"Bapakmu juga itu sosok yang terus berbahagia dalam hidupnya. Ia terus memperbaharui jiwanya untuk sekuat tenaga bangkit dari kesedihan,” ungkap Paman Mansur sambil menyeruput kopi hitam hasil panen kebun di belakang rumah. Itulah mengapa, hampir tidak pernah dijumpai dalam hidup almarhum bapak rasa sedih. Kebahagiaan dan kemesraan senantiasa terlihat dan terasa dalam kehidupan rumah tangga orang tua kami.
Sampai umur 80-an kami memang melihat dan merasakan sendiri bagaimana cinta bapak-ibu terus bersemi seolah-olah seperti pengantin baru terus. Mereka mampu saling dukung mendukung dalam kesedihan dan kesusahan. Aura rasa cinta pada sesama itulah yang coba kami tiru sehingga permasalahan apapun dalam keluarga bisa diselesaikan dengan kebersamaan dan cinta.
"Dan yang tak bisa lepas dari sosok bapakmu adalah keistiqamahan dalam menjalin silaturahmi. Kemanapun bapakmu pergi, jika ada teman di daerah yang dikunjungi, pasti ia akan mampir," kata Paman Masur sambil menyebut beberapa teman dekat bapak.
Bapak dan ibu memang sosok yang terus menjalin silaturahmi dengan orang lain. Beliau sering sowan kepada para kiai dengan mengajak kami secara bergiliran. Saat sowan beliau sering meminta kiai untuk memegang kepala kami dan mendoakan kami. Bapak yakin, silaturahmi penuh dengan keberkahan, terlebih silaturahmi kepada para ahli ilmu dan kebaikan.
Selain kepada para kiai, kami juga sering diajak bapak-ibu untuk sowan kepada sanak kerabat yang masih memiliki hubungan keluarga. Dari situ, kami sampai saat ini, tidak kepaten obor alias hilang komunikasi dan tak tahu silsilah keluarga besar kami. Bapak mampu mendidik kami bukan hanya dengan teori, namun kami banyak menyerap suri tauladan yang bermanfaat bagi kehidupan kami dan cucu-cucunya.
***
Terjawab sudah misteri tiga pesan bapak yang sebelumnya sempat terlintas ‘negatif’ di pikiran kami. Mengapa bapak di akhir hayatnya berpesan untuk makan yang enak-enak, menikah terus, dan membangun banyak rumah. Ternyata pesan ini sangat mendalam dan menunjukkan bijaksananya bapak dalam memberi contoh kehidupan. Tiga hal penting yang ingin terus beliau wariskan kepada kami. Jangan serakah dalam hidup, tetaplah berbahagia, dan jalinlah silaturahmi. Lahul fatihah...
Muhammad Faizin, seorang guru yang ingin terus berguru.
Terpopuler
1
Arus Komunikasi di Indonesia Terdampak Badai Magnet Kuat yang Terjang Bumi
2
PBNU Nonaktifkan Pengurus di Semua Tingkatan yang Jadi Peserta Aktif Pilkada 2024
3
Pergunu: Literasi di Medsos Perlu Diimbangi Narasi Positif tentang Pesantren
4
Kopdarnas 7 AIS Nusantara Berdayakan Peran Santri di Era Digital
5
Cerita Muhammad, Santri Programmer yang Raih Beasiswa Global dari Oracle
6
BWI Kelola Wakaf untuk Bantu Realisasi Program Pemerintah
Terkini
Lihat Semua