Bahtsul Masail

Hukum Menjaga Penampilan di Muka Umum

NU Online  ·  Senin, 17 September 2018 | 22:00 WIB

Hukum Menjaga Penampilan di Muka Umum

(Foto: oulamadz.org)

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, saya ingin bertanya. Belakangan ini ramai beredar di muka umum orang menyampaikan materi agama dengan penampilan ustadz dan tetapi tampak meragukan dari materi yang disampaikannya. Pertanyaannya kemudian, seharusnya penampilan orang yang menyampaikan materi agama seperti apa? Dan pengetahuan apa yang seharusnya diketahui? Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Cahyawulan/Tangerang Selatan)

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Di sini terdapat dua pertanyaan. Pertama, soal penampilan. Seorang yang menyeru kebaikan sebaiknya menjaga penampilan dan tampil rapi di depan umum karena Allah sendiri menyukai kerapian yang menjadi awal keindahan sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut ini.

إن الله جميل يحب الجمال

Artinya, “Allah itu indah. Dia mencintai keindahan.”

Tampil dengan pakaian rapi bukan lagi dairtikan sebagai kesombongan. Tampil rapi di zaman sekarang ini menjadi sebuah keharusan, terutama mereka yang harusnya memiliki charisma seperti istri terhadap suaminya dan sebaliknya, ulama, pemerintah, atasan-bawahan, dan lain sebagainya sebagaimana keterangan berikut ini.

فالتجمل بالملابس ونحوها ليس كبرا في الصلوات والجماعات وفي حق المرأة لزوجها وفي حق العلماء لتعظيم العلم في نفوس الناس ويكون واجبا في ولاة الأمور وغيرهم إذا توقف عليه تنفيذ الواجب

Artinya, “Tampil bagus dengan pakaian dan seterusnya bukan kesombongan, dalam shalat, dalam berjamaah, bagi perempuan terhadap suaminya, ulama terhadap umatnya demi menjaga wibawa ilmu di hati umat, dan menjadi wajib bagi penguasa dan yang lainnya bila eksekusi yang wajib itu bergantung pada dirinya,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Tuhfatul Murid ala Jauharatut Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 123).

Penyeru agama dan siapa pun yang harusnya memiliki kharisma harus mengubah paradigm lama soal penampilan. Mereka tidak lagi bisa berpenampilan “sangat sederhana” seperti zaman salafus saleh terdahulu karena kecenderungan masyarakat dahulu dan masyarakat sekarang sama sekali berbeda sebagaimana keterangan Al-Baijuri berikut ini.

فإن الهيئة المزرية لا تصلح معها مصالح العامة في العصر المتأخرة لما طبعت عليه النفوس الآن من التعظيم بالصور عكس ما كان عليه السلف الصالح من التعظيم بالدين والتقوى

Artinya, “Karena sungguh keadaan yang berantakan tidak layak bagi kemaslahatan umum di zaman mutakhir ini karena tabiat manusia sekarang cenderung mengagungkan penampilan, berbeda dengan salafus saleh yang memuliakan agama dan ketakwaan (substansi),” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Tuhfatul Murid ala Jauharatut Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 123).

Dari sini dapat dipahami bahwa cara berpikir zaman dahulu perihal penampilan tidak bisa dipaksakan untuk situasi saat ini karena kecenderungan dan semangat zaman masyarakatnya berbeda. Zaman sekarang lebih memerhatikan bentuk, meski tidak sepenuhnya. Sementara zaman dulu atau salafus saleh lebih mementingkan substansi. Hal yang sama juga berlaku untuk profesi lainnya, seperti dokter, resepsionis, teller bank, dan lain sebagainya.

Sedangkan soal kedua, pengatahuan dasar yang perlu dimiliki penyeru agama itu adalah pendidikan dasar di madrasah dan pesantren seperti pengetahuan perihal tata bahasa Arab (nahwu), asbabun nuzul, asbabul wurud, fiqih dasar.

Adapun perihal fatwa, para dai sebaiknya menghindarinya karena proses produksi fatwa memerlukan syarat-syarat yang lebih banyak dan penguasaan pelbagai lintas disiplin pengetahuan sebagai diatur dalam adab fatwa, adab mufti, dan adab mustafti.

Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.


(Alhafiz Kurniawan)