Warta

Perbedaan Sistem Harus Perkokoh Ukhuwah Antarpesantren

Jumat, 17 Oktober 2003 | 10:17 WIB

Jakarta, NU.Online
Beragamnya sistem pendidikan dan pengajaran di lingkungan pondok pesantren di Indonesia, hendaknya jangan dihadap-hadapkan dan dipertentangkan. Justru sebaliknya hal itu menjadi dijadikan inspirasi untuk memperkokoh tali ukhuwwah dalam upaya menghadapi pihak-pihak luar yang memusuhi pesantren.

Demikian disampaikan dua tokoh pesantren yang selama ini gigih membangun kemandirian pesantren di tengah derasnya arus perubahan sosial, DR KH MA Sahal Mahfudh pengasuh pesantren Maslakul Huda Kajen Pati dan KH Abdullah Syukri Zarkasi, MA pengasuh Pondok Modern Gontor Ponorogo Jatim saat berbicara dalam halaqah pengasuh pondok pesantren se Jawa Tengah di Semarang Kamis (16/10) kemarin.

<>

Keduanya sepakat untuk tidak mempertentangkan adanya perbedaan sistem pendidikan dan pengajaran yang diterapkan oleh para kiai dalam mengelola masing-masing pondok pesantren yang diasuhnya. Bahkan menyerukan kepada kalangan dunia pesantren untuk sama-sama saling memahami dan menghormati jika terdapat perbedaan diantara masing-masing pesantren.

Tidak kalah penting dalam menghadapi tekanan dari pihak luar yang selama ini sengaja menciptakan image buruk terhadap pesantren hendaknya para kiai pesantren meski memiliki berbagai perbedaan, meningkatkan kebersamaan untuk menghadapi tekanan itu.

“Semuanya tahu kalau pesantren itu merupakan benteng terakhir yang kokoh dalam menjaga persatuan dan kesatuan negara Indonesia dalam kondisi apapun juga, sehingga kalau ingin menghancurkan Indonesia maka harus diawali dulu dengan memporakporandakan pesantren-pesantren yang ada ,“ kata Kiai Sahal.

Menurut Kiai Sahal yang juga Ketua Umum MUI Pusat, pesantren sebagai lembaga dan sistim pendidikan tertua di Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang melakukan transformasi ilmu tetapi juga berfungsi sebagai lembaga yang mengemban misi dakwah islam, sosial kemasyarakatan dan lembaga kaderisasi calon pemimpin (society leader).

Sebagai lembaga dakwah, pesantren terbukti mampu mempengaruhi komunitas yang berada di sekitar pesantren sehingga terbentuk masyarakat yang disebut kaum santri karena tingginya tingkat kesadaran akan nilai-nilai religi yang dikembangkan oleh para santri dan kiainya, sebagai lembaga sosial pesantren mengetahui persis denyut nadi kehidupan masyarakat dan sebagai lembaga kaderisasi karena di lingkungan pesantren para santri juga diajarkan untuk menjadi pemimpin masyarakat yang baik.

Sementara Kiai Syukri dalam halaqah yang bertajuk “Kontribusi Pondok Pesantren Dalam Pengembangan Pendidikan Nasional “ itu lebih banyak menyoroti perlunya dunia pesantren untuk tidak larut dalam arus perubahan yang begitu deras dan seringkali memunculkan berbagai godaan yang ujung-ujungnya menggerogoti kemandirian pesantren.

Konsekuensinya memang berat, misalnya era orde baru, pesantren benar-benar dimarginalkan. Dalam UU Pendidikan Nasional No 2/1989 pondok pesantren tidak diakui sebagai lembaga pendidikan sehingga sama sekali tidak dikucuri konstribusi apa-apa. Bahkan keberadaannya tidak diakui. “Selama 76 tahun lembaga pendidikan formal yang ada di pondok Gontor tidak diakui sama sekali, baru setelah reformasi mendapat pengakuan”

Namun demikian dirinya tidak berpuas diri, dan terus mendesak pemerintah agar tidak hanya mengakui pesantren tetapi juga membantu pesantren. Karena yang berada di dalam lembaga ini adalah anak bangsa yang orang tuanya juga membayar pajak. (dmo/ul)
 


Terkait