Warta

Muslimat NU Berharap Keterwakilan Perempuan di Legislatif Meningkat

Rabu, 19 November 2008 | 06:17 WIB

Jakarta, NU Online
Keterwakilan perempuan dalam pengambilan kebijakan negara sampai saat ini masih minim. Hal ini seringkali menyebabkan terjadinya ketimpangan yang merugikan bagi kaum perempuan.

Dalam momen pemilu 2009 ini, Muslimat NU berharap keterwakilan perempuan di lembaga legisltif dan pemerintahan bisa ditingkatkan. Secara khusus, sejumlah kader Muslimat NU yang menjadi calon legislatif dikumpulkan untuk membahas strategi sukses dalam pemenangan Pilkada.<>

Acara ini dikemas dalam Sosialisasi UU Pemilu: Peningkatan Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif dan Pemerintahan yang diselenggarakan di gedung PBNU, Rabu (19/11).

Hadir dalam acara tersebut sejumlah pengurus Muslimat yang sekaligus menjadi anggota DPR RI seperti Hj Mahfudhoh Ali Ubaid dan Hj Yiz Sa’diyah serta anggota KPUD DKI Jakarta Dahlia Umar yang menerangkan materi UU Pemilu. Para peserta merupakan caleg dari sejumlah partai seperti PKB, PPP, PKNU dan lainnya.

Dahlia menjelaskan pentingnya para caleg memahami isi UU Pemilu agar tidak salah dalam melangkah. Mantan pemantau pemilu ini juga tidak memungkiri kemungkinan terjadinya kecurangan sehingga partai politik harus memiliki saksi dalam setiap jenjang penghitungan suara.

Sementara itu Yuz Sa’diyah menjelaskan UU Pemilu yang mewajibkan proporsi minimal 30 persen untuk perempuan ini bisa mendorong keterlibatan perempuan dalam pengambilan kebijakan publik, apalagi ditambah adanya ketentuan bilangan pemilih 30 persen yang memungkinkan mereka yang tidak berada di urutan 1 tetap terpilih asal sudah memiliki minimal suara 30 persen.

“Ini membuka peluang bagi para caleg perempuan yang kebanyakan memang tidak berada di nomer urut 1,” terangnya.

Para caleg perempuan dari Muslimat NU yang sebagian besar merupakan pemimpin dalam komunitasnya seperti jaringan pesantren mendapat keuntungan karena mereka memiliki akar dalam masyarakat. Namun sejumlah kendala juga menghadang seperti masalah dana kampanye.

“Di sebagian daerah juga masih ada anggapan perempuan tidak layak jadi pemimpin sehingga mengurangi kemungkinan terpilih,” tandasnya. (mkf)


Terkait