Nasional

Warganet Didorong Cerdas dalam Bermedsos

Kamis, 28 Desember 2017 | 15:21 WIB

Jakarta, NU Online
Masyarakat internet atau warganet diimbau agar lebih cerdas menghadapi dunia media sosial. Jangan mudah terprovokasi dengan artikel atau gambar meme yang tersebar di media daring (online) dan medsos. 

Kepala Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) Balitbang Diklat Kemenag RI, Muharram Marzuki, menyampaikan hal tersebut saat membuka Seminar Hasil Penelitian ‘Persepsi Umat Beragama terhadap Keberagamaan di Era Media Sosial.’ Acara tersebut dihelat di Hotel Millenium Jakarta, Kamis (28/12).

“Jangan pula alergi dengan medsos. Ada kawan yang curhat tentang artikel yang viral, ia merasa terganggu. Saya bilang, kalau tidak suka, jangan di-forward. Ngapain susah-susah," ujarnya.

Banyak orang terkena kasus, lanjut dia, gara-gara medsos. Misalnya kepala daerah atau tokoh masyarakat yang disorot media kemudian viral di medsos. “Arab Spring yang awalnya di Tunisia juga dipicu medsos. Jadi, kita mesti cerdas bermedsos,” jelasnya.

Menurut Muharram, ada pernyataan bahwa tidak semua informasi yang beredar di medsos itu bagus memang benar adanya. “Apapun berita yang kita terima, harus diklarifikasi terlebih dahulu,” tegasnya.

Pria kelahiran Jakarta ini menambahkan, riset tentang medsos tersebut dimaksudkan untuk memberi penyadaran bahwa info tentang agama yang beredar di dunia maya tidak semua benar.

“Bisa jadi itu dibuat untuk mengacaukan stabilitas masyarakat. Nah, lagi-lagi kita harus cerdas di sini. Saya berharap masyarakat lebih peduli terhadap persoalan di era digital,” turturnya.

Sebelumnya, Kabid Litbang Bimas Agama, Kerukunan, dan Aliran Keagamaan Puslitbang BALK, Kustini Kosasih, dalam laporannya berharap penelitian ini menghasilkan rekomendasi bagi satker terkait yakni Bimas-Bimas di lingkungan Kemenag dalam menyusun kebijakan.

“Namun, ini belum merupakan hasil final. Kami masih perlu menyempurnakannya menjadi sebuah policy paper dan policy brief untuk disampaikan kepada Pak Menag, sebelum digunakan para pemangku kepentingan (stakeholders),” tandasnya.

Sementara itu, koordinator riset Raudlatul Ulum Ruksin dalam paparannya menyebut penelitian tersebut dilakukan dua tahap, yakni, penyebaran kuesioner dan wawancara. Kuesioner diisi oleh 775 responden pemeluk enam agama di 20 kabupaten/kota.

“Responden dipilih secara acak di dalam kluster pemeluk agama di daerah tersebut yang dianggap merepresentasikan umat beragama di 10 provinsi,” kata Ulum.

Seminar menghadirkan dua narasumber, yakni Prof Ibnu Hamad (Guru Besar Komunikasi UI), dan Farhan Muntafa (Dosen Untirta Banten). Hadir dalam kegiatan ini puluhan undangan lintas unit eselon I, para peneliti, akademisi, dan perwakilan ormas keagamaan. (Musthofa Asrori/Fathoni)


Terkait