Nasional

Tradisi Teks dan Nalar, Kunci Lestarinya NU

Jumat, 1 Februari 2019 | 01:00 WIB

Jakarta, NU Online
Menteri Agama H Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa Nahdlatul Ulama mampu bertahan hampir satu abad karena dibangun di atas landasan yang kokoh dalam pemahaman keagamaannnya.  Yaitu mengkombinasikan tradisi teks dan nalar, sehingga pemahaman keagamaan yang dikembangan tidak hanya bersifat tekstual, tetapi juga kontekstual.

Menurut Lukman, akal mendapatkan tempat di hadapan wahyu. Pemahaman keagamaan yang tekstual dan tidak diimbangi dengan pemahaman terhadap maqashid syariah (tujuan hukum Islam), hanya menampilkan agama sebagai sesuatu yang jumud dan terbelakang.

"Semangat kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah serta tradisi salaf tidak boleh mengekang nalar, sehingga beragama terasa ketat dan kaku karena menafikan peran akal," kata Lukman saat memberikan sambutan dalam peringatan Hari Lahir (Harlah) NU ke-93 di Masjid Raya KH Hasyim Asy'ari,  Jalan Daan Mogot Kalideres, Jakarta Barat, Kamis (31/1) malam.

Kendati demikian, ia mewanti-wanti agar perhatian terhadap maqasid syariah tidak berlebihan hingga mengabaikan teks yang zahir, yang itu akan membuat agama tercerabut dari akarnya. Idealnya, tradisi teks dan nalar harus seimbang.

"Teks keagamaan baik Al-Qur'an maupun hadits tidak boleh diabaikan atas nama pembaharuan atau tajdid. Keseimbangan antara tradisi teks dan nalar itulah salah satu aspek penting wasatiyatul Islam, moderasi dalam berislam," ucapnya.

Lukman  menambahkan, moderasi Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah dirasa perlu dan semakin relevan untuk dihadirkan dan disauarakan dalam wacana keagamaan di Indonesia demi tetap terjaganya persatuan dalam masayarkat yang majemuk, baik agama, budaya, dan suku bangsanya.

Baginya, konsep jamaah bukan hanya menggambarkan sebuah perkumpulan, tetapi lebih dari itu juga harus dapat menghimpun dan mengayomi keragaman yang ada selama semuanya menuju kepada jalan keadamaian.
Harlah ke-93 NU ini juga dinilainya penting karena bertepatan dengan masyarakat dunia yang mendeklarasikan tahun 2019 sebagai tahun moderasi internasional.

“Pemerintah sendiri melalui Kementerian Agama terus menggulirkan program moderasi agama untuk kebersamaan umat,” lanjutnya.

Ia beraharap, NU dan pemerintah dapat selalu bersinergi dalam mengokohkan moderasi beragama dengan perspektif Islam Ahlussunnah wal Jamaah untuk kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara yang lebih toleran dan penuh damai (Husni Sahal/Aryudi AR).



Terkait