Demak, NU Online
Tim Ekpedisi Islam Nusantara selama di Kota Demak, Jawa Tengah, sempat mengunjung beberapa pesantren, di antaranya Miftahul Ulum. Tim ekspedisi ketika sampai di pesantren itu, langsung disambut sekelompok santri putri berpakaian hitam-hitam mulai kerudung baju panjang dan celana panjangnya.
Sementara santri putra yang berpakaian putih-putih dari atas sampai bawah serentak menabuh rebana seraya melantunkan shalawat. Sementara santri-santri lain mengintip dari jendela dan melihat dari kejauhan.
Kemudian tim ekpedisi diterima langsung pengasuh pesantren, KH Humaedi Tamyiz. Selama setengah jam, kedua belah piha berdialog di sebuah ruangan. Ia mengaku bangga karena pondok pesantrennya dikunjungi Tim Ekspedisi Islam Nusantara.
“Kedatangan Tim Ekspedisi Islam Nusantara ini merepotkan yang menyenangkan dan menyejukkan, seperti anak yang baru mendapatkan jodoh. Ini adalah kebanggaan tersendiri,” katanya.
Ia kemudian memperkenalkan bahwa pesantrennya telah membentuk Markas Besar Brigade Santri Bela Negara yang memiliki pasukan terlatih. Hal itu dilakukan karena pesantren tersebut memiliki sejarah perlawanan kepada tentara Sekutu sekitar tahun 1947.
Waktu itu, pesantren dan kolong musholanya adalah tempat persembunyian tentara Hizbullah. “Santri bela negara menyambung dari sejarah tersebut,” ungkapnya.
Kemudian, Tim Ekpedisi Islam Nusantara menyaksikan atraksi beladiri dari putra dan putri pesantren tersebut. Mereka menampilkan jurus-jurus pencak silat Pagar Nusa NU.
Menurut Kiai Hummaedi Tamyiz, beladiri tersebut mulai diaktifkan ketika ketika musim penculikan kiai, yang disebutnya musim ninja, pada tahun 1997-1999.
Sampai kini, beladiri itu tetap dilanjutkan. “Dibutuhkan atau tidak, santri-santri akan belajar ilmu beladiri,” tegasnya.
Menurut putra pendiri pesantren tersebut, beladiri tidak hanya untuk menjaga sekujur badan, tapi jauh lebih luas, yaitu menjaga dan mempertahankan wilayah. Bagi para santri, jaga diri sudah otomatis menjaga negaranya dari gangguan dalam dan luar. (Abdullah Alawi)