Gunungkidul, NU Online
Pertengahan bulan lalu sebagian masyarakat di Gunungkidul mengadakan Rasulan. Momentum ini biasa diselenggarakan oleh para petani usai masa panen tiba, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah swt atas segala karunia-Nya. <>
Meskipun kegiatan ini ditengarai masih mengandung unsur animisme ataupun dinamisme, acara yang juga dinamai dengan kegiatan bersih desa atau bersih dusun ini ada yang memaknainya sebagai pengingat untuk bersih diri atau bersih jiwa guna menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Selain acara bersih desa mereka juga menggelar acara kirab dan syukuran.
Masyarakat Gunungkidul juga memaknai Rasulan sebagai hari raya ketiga selain Idul Fitri dan Idul Adha. Jadi, kegiatan ini hampir mirip dengan tradisi lebaran, di mana seseorang datang ke tempat kerabatnya untuk bersilaturrahmi dan menikmati hindangan spesial yang disediakan oleh tuan rumah.
Oleh karena itu, pada hari “H” pelaksanaan Rasulan ini, setiap keluarga biasanya membuat makanan spesial untuk tamu-tamu mereka. Dengan demikian, keberadaan tradisi Rasulan ini menjadi salah satu wadah bagi masyarakat Gunungkidul untuk memupuk semangat kekeluargaan dan mempererat tali persaudaraan antarwarga.
Pada perayaan rasulan tahun ini yang jatuh pada Rabu Wage (15/5) bulan lalu, rasulan juga diselenggarakan di Dusun Kemadang Gunungkidul Yogyakarta. Warga mereka mengadakan arak-arakan kirab budaya dari 17 padukuhan. Mulai pukul 11 siang, empat ekor kuda diarak berbaris di jalanan Padukuhan Karang Lor. Masing-masing kuda membawa seorang perangkat desa yang berpakaian tradisional Jawa lengkap dengan blangkon, kain dan beskap. Di belakang mereka, sejumlah warga dari 17 padukuhan juga ikut berbaris rapi sesuai dengan padukuhan masing-masing.
Setiap padukuhan memikul sebuah gunungan yang berisi macam-macam hasil bumi seperti tebon, padi, ketan, kacang tanah, kacang panjang, cabai, benguk, jeruk peras, tomat, kentang, jagung dan juwawut. Menurut Japar, salah satu warga Padukuhan Ngelung, gunungan itu perlambang rasa syukur karena hasil bumi yang melimpah.
“Selain bentuk syukur kami terhadap Tuhan, melalui rasulan ini dan gunungan ini kami mengharapkan hasil bumi yang akan datang juga semakin melimpah,” tuturnya.
Selain membawa gunungan, setiap padukuhan juga menampilkan kesenian yang ada. Ada jathilan, reog, wong ireng yang terus akan dilestarikan warga Kemadang. Mereka pun melakukan kirab dengan berjalan kaki mulai dari Padukuhan Karang Lor menuju Balaidesa Kemadang.
Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor: Ajie Najmuddin