Surabaya, NU Online
Satu demi satu, kiai sepuh dan sangat dihormati di Tanah Air menghadap Yang Maha Kuasa. Sosok sepuh itu bernama KH Ahmad Thobib Husnaini yang meninggal dini hari tadi, Sabtu (29/9).
Di kalangan masyarakat, sosok Abah Thobib atau biasa juga dipanggil Abah Naini kesehariannya sebagai pengasuh Pondok Pesantren Muhyiddin di kawasan Gebang, Sukolilo, Surabaya.
Menurut pengakuan sejumlah kalangan, yang menarik dari sosok Kiai Thobib adalah dalam hal kesederhanaan. “Beliau gemar menerima tamu dari kalangan manapun dan tutur katanya santun,” kata Ahmad Karomi. Kendati sebagai sosok panutan, yang bersangkutan tergolong jauh dari publikasi, lanjutnya.
Kelebihan lain dari Abah Aini yakni tidak segan menanyakan satu demi satu tamu yang berkenan dating ke kediamannya. “Seperti halnya para kiai sepuh lain, beliau sangat menghormati tamu. Bahkan menyuguhkan langsung jajanan ke hadapan tamunya agar sudi mencicipi suguhan,” kata pengurus Lembaga Ta’lif wan Nasyr NU Jatim ini.
Sebagai bagian dari silaturahim, banyak informasi baru yang disampaikan, khususnya terkait pengalamannya saat menjadi santri di Pesantren Tebuireng Jombang. “Termasuk cerita Abah Aini saat nyantri dan mendengar pesan dari KH M Hasyim Asy’ari kepada santri Tebuireng,” kenangnya.
Ahmad Karomi menjelaskan bahwa sosok Hadratussyaikh sebagaimana diceritakan Abah Aini selalu mengingatkan para santri saat boyong atau hendak pulang kampung. “Kamu kalau pulang atau boyong minimal harus menguasai kitab Taqrib, lalu baik lagi (Fathul) Muin, lebih baik lagi (Fathul) Wahab. Sebab semua itu bekal hidup bermasyarakat,” ungkap Karomi menirukan cerita Abah Aini.
Dalam pandangannya, pesan Mbah Hasyim Asy’ari yang diceritakan Abah Aini atau Abah Thobib mengisyaratkan bahwa santri Tebuireng yang akan boyong harus memiliki pondasi ilmu syariah yang kokoh dan memperkaya diri dengan ragam keilmuan sebagai bekal hidup di tengah masyarakat. “Sehingga ketika santri boyong, telah siap bergaul dan menjadi pengayom masyarakat,” ungkapnya.
Dan pesan ini juga yang membulatkan tekad KH Thobib dengan mendirikan pesantren, termasuk membimbing anak-anak untuk menghafal Al-Qur’an. “Hal ini bertujuan untuk membentuk generasi qurani,” ujar Karomi.
Tidak cukup dengan mendirikan pesantren, Abah Thobib juga dikenal sebagai kiai istiqomah mengadakan haul Syekh Abdul Qadir Al-Jilani tiap tahun dan ijazahan manaqib. “Seluruh tamu dari berbagai kalangan di Tanah Air tumplek blek menghadiri haul tersebut yang biasanya diawali semaan Al-Quran dengan melibatkan para samiin dari berbagai daerah di tanah Jawa,” jelasnya.
Bagi Karomi, meninggalnya KH Thobib dini hari tadi yang diawali dengan gempa di Donggala dan Palu Sulawesi Tengah memberikan pesan mendalam. “Seakan mengisyaratkan bahwa alam raya ikut bersedih,” katanya.
Selamat jalan KH Ahmad Thobib Husnaini. (Ibnu Nawawi)