Wawancara JELANG MUKTAMAR

Kiai Said Bersedia Dicalonkan Kembali Pimpin NU

Sel, 3 Februari 2015 | 10:52 WIB

Muktamar NU akan diselenggarakan Agustus 2015 mendatang. Siapa yang akan memimpin NU, menjadi perbincangan menarik, bukan hanya bagi warga NU, tetapi juga bagi publik Indonesia mengingat besarnya pengaruh NU. Dalam tradisi NU, tidak ada pencalonan diri menjadi ketua umum, tetapi kandidat dianggap sebagai calon setelah memenuhi persyaratan tertentu, diantaranya memperoleh dukungan 99 suara <>atau sesuai dengan tata tertib pemilihan. Ketua Umum PBNU periode 2010-2015 KH Said Aqil Siroj kepada NU Online menyatakan, dirinya siap dicalonkan kembali jika memang masih dipercaya untuk memimpin NU lima tahun berikutnya. Berikut hasil wawancaranya. 

Apa Pak Kiai masih bersedia dicalonkan kembali?

Terima kasih atas pertanyaannya, saya menggelinding saja, mengalir saja. Kalau masih dipercaya saya siap, tetapi bukan berarti saya ambisius ingin menjadi ketua umum. Kalau tidak menjadi ketua umum saya juga tidak “habis”. Ngak seperti itu. Saya terus terang saja, malu, malu kalau di NU ini terlalu ambisius karena kalau di NU ini yang pertama pengabdian, ibadah, dan amanah.

Ya, kita akui kalau di NU ini, jadi ketua umum dimana-mana dihormati orang, dimana-mana diperhitungkan. Akan tetapi secara materi, tidak ada sama sekali. Saya punya perusahaan bukan karena jadi ketua umum PBNU, saya juga punya sawah di Cirebon (tanah kelahiran. red). Karena jadi ketua umum PBNU, terus kekayaan saya terus melonjak, ngak…ngak…seperti itu.

Jadi kalau dipercaya lagi, saya siap. Kalau ngak, ya ngak apa-apa, ngak perlu sampai kampanye ke sana kemari, malu…

Memang, yang paling menarik di NU ini kan banyak tantangan. Semakin banyak tantangan, semakin dewasa, semakin matang. Banyak tantangan internal maupun eksternal. Kalau ada masalah, saya selalu ingat Gus Dur, tantangan beliau jauuuh lebih berat daripada saya, berharapan dengan tentara, pemerintah dari rezim Orde Baru. Kalau saya tidak. Tantangan kalau orang tidak seneng, pasti ada. Orang mengkritik saya tunggui. Saya seneng kritik yang konstruktif.

Jika jadi lagi, apa visi dan misi Kiai jika terpilih lagi?

Pertama, mimpi saya, membangun universitas. Dulu waktu di Muktamar Makassar mimpi saya mendirikan lima universitas selama lima tahun. Alhamdulillah, sekarang 23 buah. Ini berapa persen peningkatannya. Saya pikir dulu lima. Kedua, soal Kartu anggota NU (Kartanu). Ketiga ingin mengembalikan aset-aset NU yang hilang. Ini tidak gampang, masyaallah, sudah menang di Mahkamah Agung (MA), sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap), tanah Tomang itu, tetapi sampai sekarang belum bisa dieksekusi. 

Dan Alhamdulillah, sejak saya ini, saya mulai manajemen keuangan yang terbuka, alhamdulillah, baik hasilnya. Lembaga-lembaga keuangan juga diaudit, terutama yang banyak uangnya. 

Tapi mimpi saya ini, lembaga lajnah ini tidak perlu memiliki bendahara karena mereka merupakan perangkatnya PBNU. Rupanya belum jalan, karena karena ada lembaga yang “basah”, ada yang “kering”. Ini kurang sehat sebenarnya.

Dan motto saya kembali ke pesantren, disamping secara fisik pleno dan acara besar NU di pesantren, nilai-nilai pesantren kita tonjolkan kembali. NU ya pesantren, pesantren ya NU dengan nilai-nilai kesederhanaan, kemandirian, kejujuran, akhlakul karimah, juga keilmuan. Ini akan saya teruskan. 

Adapun gagasan-gagasan baru, kita akan go internasional. Kita kan “putus asa” dengan konflik di Timur Tengah. Kondisinya semakin parah. Al Qaeda tumbang, Osama bin Laden terbunuh, eh muncul ISIS yang lebih kejam yang membunuh orang Syiah, bagaimanapun mereka juga Islam, dijejer kemudian dibunuh. Orang Kurdi juga. Luar biasa kejamnya. Islam apa ini. Wallaahi, Islam bukan seperti itu. Mereka sudah bertentangan dengan ajaran Islam, mereka mencoreng dan mengotori nilai-nilai Islam. Tapi saya tidak mengatakan mereka kafir, selama orang-orang itu tetap bersyahadat. Ini bertentangan, berlawanan dengan ajaran Islam.

NU itu kan banyak tantangan eksternal. Umat yang besar memiliki pengaruh politik yang besar pula? 

NU ini kan ormas kemasyarakatan, memiliki pengaruh politik dan sosial, seperti yang saya katakan kemarin. Demokrasi kita belum disertai dengan kesejahteraan. Masih transaksional. Wani piro, mbayar piro, baru menang. Demokrasi akan sehat kalau dibarengi dengan kesejahteraan. Betul, prosesnya demokratis dalam pemilihan DPR atau, bupati atau walikota, tapi selalu dengan uang. Uang kita butuhkan, tapi jangan semata-mata.

Sikap kita sebagai ormas Islam, pertama amanah diniyah, amanah agama. NU akan selalu mengawal dan memperkuat Islam aswaja, kedua amanah wathoniyah, mengawal keutuhan kebangsaan. Islam tanpa kebangsaan akan seperti Timur tengah, Islam tanpa komitmen menyelamatkan keutuhan negaranya. Perang terus. Nasionalis tanpa agama, akan kering, akan sekuler, nasionalis tanpa spirit. Dua amanah ini ada di NU. Kita akan melanjutkan amanah ini. 

Dan bukan berarti ini semua kerja ketua umum, tidak, ini kerja semua anggota tim, ketua umum, para ketua, ketua lembaga dan lajnah.

Banyak permintaan maju lagi, dari cabang, wilayah atau kiai-kiai?

Ya, ada banyak. Kalau lebih dari tiga kan banyak he he he...(mukafi niam)