Wawancara

KH Dian Nafi’, Ahlinya Resolusi Konflik dari Solo

Jum, 21 Juni 2013 | 02:30 WIB

Tulisannya sering muncul di kolom berbagai surat kabar. Temanya begitu menyejukkan, tentang Islam Rahmatan lil Alamin, tentang keadilan. Para pembaca menjadi ikut tercerahkan dan membuat orang menjadi tertarik akan konsep Islam yang damai.<>

Pada Rabu sore (19/6), wartawan NU Online, Ajie Najmuddin, berkunjung ke rumahnya, di Pesantren Al-Muayyad Windan Makamhaji Kartasura Sukoharjo. Saat ditemui, Pak Dian, begitu dia biasa dipanggil, baru selesai mengatur kursi yang akan digunakan untuk acara akhirussanah RA Al-Muayyad Windan, esoknya. Ditemani suguhan lotis dan segelas teh hangat, mereka memulai pembicaraan.

Tulisan anda di media massa, banyak yang bertemakan gagasan Islam yang damai, apa tujuannya?

Saya hanya ingin menggambarkan sedikit tentang nilai-nilai yang saya dapatkan di pesantren. Tentang nilai kebenaran, keluhuran, persaudaraan dan sebagainya. Semuanya saya dapatkan dari para guru saya di pesantren.

Mengenai nilai-nilai di pesantren, bisa sedikit anda jabarkan?

Tentang kebenaran. Kebenaran ini bisa diartikan, yakni kesesuaian dengan 6 hal ini; norma, hukum, ilmu, fakta, realita, dan perikatan.

Kesesuaian perikatan, maksudnya?

Sebagai orang indonesia, kita semestinya juga menyesuaikan diri dengan menerima Pancasila dan UUD, karena itu merupakan sebuah perjanjian atau ikatan dari para pendiri bangsa.

Selain nilai-nilai di pesantren yang anda sebutkan, anda juga menyebut sekilas tentang guru. Siapa guru yang paling menginspirasi anda?

Alm. Kiai Umar Abdul Mannan (Pengasuh Pesantren Al-Muayyad Solo, wafat tahun 1980,-red). Beliau adalah sosok yang menginspirasi. Saya ceritakan salah satu kisah beliau, pernah suatu ketika beliau mendapat kiriman surat bertinta hitam. Diperlihatkannya surat tersebut kepada saya, isinya begitu keras dan kasar bahasanya.

Beliau bertanya, “Saya harus bagaimana?”.

Akhirnya beliau justru sowan ke sang pengirim surat. Meminta klarifikasi atas surat tersebut. dan tidak ada lagi konflik setelahnya. Inilah salah satu teladan keluhuran dari beliau.

Saat ini anda juga dikenal sebagai pemilik sebuah radio, apa motivasi anda mendirikannya?

Saya bukan pemilik, hanya mengelola. Tujuannya untuk mengembangkan sapaan kepada publik Solo Raya. Juga untuk memperkuat warga Nahdliyyin melalui media massa.

Selain itu, saya selalu memegang 3 hal ini, pun dalam mendirikan radio ini. Tiga hal yakni, untuk meraih prestasi vertikal (dapat juga dimaknai mendekat ke Tuhan), kita harus bertindak baik pula ke horizontal (sesama makhluk).

Kedua, bertindaklah inklusif jangan eksklusif. Radio ini bisa berkembang dengan bagus, karena kita merangkul semua. Bahkan pendengar kita mayoritas anak muda. Tapi di sisi lain, kita sisipi dengan siraman rohani.

Ketiga, apabila terjadi konflik senior-yunior, maka senior mesti melakukan afirmasi kepada yunior. Juga dalam setiap hal, mesti ada sinergitas dan kolaborasi antara keduanya.

 

*

M. Dian Nafi’ lahir di Sragen pada 4 April 1964. Ia adalah anak ketiga dari delapanbersaudara. Ayahnya, Kiai Haji Ahmad Djisam Abdul Mannan, merintis Pesantren An-Najah, Gondang, Sragen, Jawa Tengah, yang kini diasuh kakak iparnya. Sementara kakeknya, Kiai Haji Abdul Mannan, adalah pendiri Pesantren Al-Muayyad, Mangkuyudan, Surakarta, salah satu pesantren Al-Quran yang terkenal di Solo.

Pertemuannya dengan beberapa tokoh rekonsiliasi kemudian membawanya bergabung dalam Tim Independen Rekonsiliasi Ambon (TIRA), Tim Pemberdayaan Masyarakat Pasca-Konflik (TPMPK) Maluku Utara, dan lembaga-lembaga lainnya seperti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) Universitas Gadjahmada, Pusat Studi dan Pengembangan Perdamaian (PSPP) Yogyakarta, Pusat Pemberdayaan untuk Rekonsiliasi dan Perdamaian (PPRP) Jakarta, Crisis Centre Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Common Ground Indonesia, dansebagainya. Pertemuan dan pendidikan yang diikuti di luar negeri adalah Disaster Management Training di Africa University Zimbabwe, Education in Religion for Communitiy Consultation di Agia Napa, Siprus (2001), Asia Africa People Forum di Kolombo (2003), Indonesia Pesantren Program di Amherst, Massachusetts, USA (2003), dan Summer Peace Building Institute di Harrisonburg, Virginia, USA (2005).

Saat ini, ia mengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Muayyad Windan, Makamhaji, Sukoharjo, yang merupakan pengembangan dari Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan, Surakarta. (Ajie Najmuddin/Red:Anam)