Wawancara

Diaspora Warga NU di Luar Negeri

Jum, 2 Juni 2017 | 20:06 WIB

Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi sosial kemasyarakatan Islam terbesar di dunia. Menurut data Lembaga Survei Indonesia yang terbaru, ada sekitar 91 jiwa warga NU di seluruh dunia. Kepengurusan NU tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, mulai dari tingkat kabupaten kota hingga desa. Selain itu, NU juga semakin menyebar ke luar Indonesia dan terbentuklah beberapa pengurus cabang istimewa di luar negeri. 

Setidaknya, saat ini ada dua puluh lima lebih Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) yang tersebar di lima benua, mulai dari Negara-negara Asia, Timur Tengah, Afrika, Eropa, Australia, dan benua Amerika. 

Apa sebetulnya fungsi, peran, dan yang seharusnya dilakukan oleh PCINU? Dan juga apa yang semestinya dilakukan pengurus pusat NU terkait dengan keberadaan PCINU-PCINU tersebut?

Untuk menadapatkan jawaban itu semua, jurnalis NU Online A. Muchlishon Rochmat berkesempatan mewawancarai mantan Sekretaris Tanfidziyah PCINU Inggris Raya (United Kingdom) 2001-2004 yang sekarang menjabat sebagai Ketua PCNU Kota Bogor Ifan Haryanto. Berikut petikan wawancara Insinyur Planologi ITB sekaligus Master lulusan Birmingham University, dan Doktor lulusan IPB tersebut:

Bisa diceritakan awal mula terbentuknya PCINU?

Sebenarnya diaspora NU di luar negeri sudah cukup banyak, tetapi kepengurusan luar negeri NU dibentuk secara formal sebagai lembaga itu belum banyak. Yang ada sejak awal itu KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama) yang ada di luar negeri. Ada KMNU Mesir, ada KMNU di Negara-negara Timur Tengah, tetapi mereka belum terlembagakan sebagai pengurus NU luar negeri.

Tahun 2001, mahasiswa-mahasiswa NU di beberapa kota di Inggris seperti Birmingham, Leeds, dan sebagainya menyelenggarakan pengajian, tahlilan, shalawatan, dan sebagainya. Suatu saat, kita kedatangan tamu Duta Besar Indonesia untuk Qatar Abdul Wahid Maktub. Dia kaget melihat ada banyak warga Indonesia yang ada di Inggris yang mengadakan pengajian-pengajian. Lalu ia bertanya, apakah NU sudah ada di Inggris?  

Memang, NU sudah ada tetapi secara formal belum ada. Pak Wahid kemudian mengontak Pak Hasyim Muzadi dan memberitahukan adanya potensi-potensi untuk mendirikan NU Cabang Inggris Raya. Kemudian, Pak Kiai Hasyim datang dengan beberapa pengurus pusat NU untuk melantik dan memberikan SK kepada Pengurus NU di Inggris Raya. 

Pada saat melantik, Pak Kiai Hasyim menyampaikan bahwa ke depan kebesaran atau pusat Islam akan bergeser. Tidak lagi di Timur Tengah. Dan akan bergeser ke timur, Indonesia. Apa yang disampaikan Pak Kiai Hasyim itu betul. Arab Spring itu terjadi pada awal-awal tahun dua ribuan. Irak hancur, Libya hancur, Syiria dihancurkan. 

Oleh karena itu, sebagai organisasi Islam terbesar NU harus mempersiapkan diri. Mulai dari sumber daya manusia dan menyiapkan infrastruktur hingga level dunia dengan mendirikan PCINU-PCINU. 

Iya, selain itu sebetulnya anak-anak muda NU ini menangkap ada lawan di sana, kelompok Islam garis keras. Pada Gus Dur jadi presiden, kelompok Islam garis keras sering menjadikan Gus Dur sebagai bahan bulian di Yahoo Group. Ini juga yang membuat temen-temen NU luar negeri untuk mendirikan pengurus cabang luar negeri. 

Berarti, PCINU Inggris Raya menjadi PCINU pertama yang didirikan?

Dulu belum ada istilah pengurus cabang istimewa, adanya NU Inggris Raya. Iya, yang pertama ber-SK. Sebelumnya sudah ada KMNU-KMNU, tetapi mereka belum ber-SK.   

Bagaimana PCINU berkembang ke negara-negara lain?

Bermula dari Yahoo Group KMNU lintas negara, lalu berkembang menjadi PCINU-PCINU. Kita berkomunikasi satu sama lain. Yang kuliah di Jerman kemudian mendirikan PCINU Jerman, di Belanda juga demikian, dan beberapa negara yang lainnya. 

Menurut Anda, apa sebetulnya peran PCINU?

Menurut hemat kami, potensi-potensi NU belum dimanfaatkan secara maksimal oleh jamiyyah Nahdlatul Ulama maupun Indonesia. Jadi, dulu idenya simpel. Menurut saya Pak Hasyim memiliki gagasan yang luar biasa. Beliau menyampaikan bahwa anak-anak muda NU di luar negeri ini bisa difungsikan sebagai semacam duta besarnya NU yang ada di luar negeri untuk kepentingan apa saja seperti atase.

Mereka bisa mencarikan beasiswa kuliah untuk Nahdliyin yang ada di Indonesia untuk bidang formal. Dalam bidang non formal, mereka juga bisa teribat. Contohnya dulu ada pembebasan wartawan di Afganistan. Itu juga banyak melibatkan mahasiswa-mahasiswa NU yang posisinya ada di sana. Itu sebetulnya diplomasi jalur ganda yang dilakukan oleh mahasiswa, bukan resmi.

Artinya mereka mahasiswa-mahasiswa NU yang berada di luar negeri itu bisa kita manfaatkan sebagai perwakilan NU untuk berbagai macam kepentingan, mulai dari ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lainnya. 

PCINU ini sangat strategis. Ke depan bisa dimanfaatkan untuk bagi NU. Bukan hanya untuk menyerbarkan paham aswaja atau NU ke luar, tetapi juga kita gunakan PCINU sebagai second track diplomacy untuk kepentingan-kepentingan NU di berbagai bidang seperti pendidikan, sosial, budaya, politik, dan lainnya. 

Pernah ada agenda bersama antar-PCINU?

Kemarin ada acara halaqah internasional yang diselenggarakan GP Ansor di Jombang yang datang hampir empat puluh perwakilan PCINU luar negeri. Ini yang eks-eks atau PCINU yang sudah menetap di Indonesia ya. 

Kita memang belum memiliki agenda yang resmi. Paling kalau pas Muktamar NU, mereka yang masih aktif kuliah pada datang dan membuat acara bersama. Begitupu, mereka yang sudah settle (menetap) di Indonesia. Tetapi kita ada grup WA dan kita aktif berkomunikasi antar PCINU. 

Menarik, PCINU aktif yang masih studi di luar dan eks PCINU?

PCINU memiliki dua konteks, yaitu mereka yang masih aktif menjadi mahasiswa dan mereka yang sudah kembali di Indonesia. Di negara-negara Eropa dan Amerika, rata-rata mereka menempuh studi S2 dan S3, tetapi kalau di Negara-negara Timur Tengah S1. 

Sedangkan mereka yang settle (menetap) di Indonesia adalah para profesional, dosen, dan pengusaha. 

Sejauh ini, apakah peran PCINU sudah dimaksimalkan?

Sejauh ini, peran PCINU belum dimanfaatkan secara maksimal. Padahal, hampir di setiap negara besar ada PCINU. Ini infrastruktur yang luar biasa. Bagi PCINU yang masih aktif atau masih berada di luar negeri bisa difungsikan peran mereka sebagai embassy atau duta besar dari NU. 

Nah, eks PCINU ini bagaimana bisa diarahkan dan difungsikan. Bukan berarti mereka ini nganggur. Mereka sudah berada di top management. Bukan mereka meminta pekerjaan, tetapi mereka malah banyak memberi pekerjaan orang. Namun, bagaimana mereka ini bisa dimanfaatkan oleh NU.

Bagaimana caranya agar peran PCINU baik yang masih aktif dan eks itu bisa maksimal?

Saya melihat NU itu sebagai bayang-bayangnya Indonesia. Struktur yang ada di pemerintahan Indonesia, mestinya di NU juga ada. Seperti Kementerian Luar Negeri yang mengurusi urusan-urusan luar negeri. Begitupun dengan NU, ada ketua urusan luar negeri yang seharusnya benar-benar mengurusi urusan-urusan luar negeri seperti PCINU-PCINU, beasiswa, dan lainnya. ia harus concern mensinergikan dan memanfaatkan PCINU-PCINU yang ada. 

Di Hong Kong ada ratusan ribu Nahdliyin. Mereka juga tersebar di bebera negara-negara maju lainnya. Ini kah potensi yang luar biasa. Kalau ada informasi terkait banyak hal yang strategis, mereka kan bisa dimanfaatkan dan fungsikan. Untuk memfungsikan mereka bagaimana caranya itu kan bisa kita diskusikan bersama. Wadahnya mereka sudah ada, sudah PCINU, tinggal bagaimana mereka difungsikan. Ini potensi yang tidak bisa diabaikan. Sayang sekali kalau tidak difungsikan. Banyak profesor, doktor, engeener, ahli teknik, ahli mesin, ada ahli elektro, dan lainnya. 

Untuk memanfaatkan dan memfungsikan mereka tidak harus dijadikan sebagai pengurus struktural, tetapi bagaimana energi positif mereka bisa dimanfaatkan. Ini PR kita bersama.