Zawawi Imron: Sastra Pesantren Bagian dari Sastra Indonesia
NU Online · Rabu, 29 September 2004 | 13:06 WIB
Surabaya, NU Online
Penyair asal Sumenep, Madura, Jatim, D Zawawi Imron mengemukakan, keberadaan sastra yang lahir dari lingkungan pesantren merupakan bagian tak terpisahkan dari sastra Indonesia.
"Sastra pesantren itu sesungguhnya telah hadir sejak masuknya Islam di Indonesia sekitar abad ke-12 sekaligus merupakan bagian tak terpisahkan dari sastra Indonesia," katanya dalam seminar internasional di Surabaya, Rabu.
<>Seminar dalam rangkaian Pertemuan Sastrawan Nusantara (PSN) XIII 27-30 September yang diikuti peserta dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Pilipina dan Thailand itu juga menghadirkan pembicara Roell Sanre dari Makassar dan dari luar negeri.
Menurut Zawawi, pada jaman kemerdekaan tidak begitu banyak karya-karya yang muncul dari pesantren, namun pada era 1960-an tampil Djamil Suherman, Syu’bah Asa, Fudoli Zaini dan beberapa nama yang bisa dianggap mewakili kaum santri.
"Pada tahun 1970-an muncul Emha Ainun Nadjib yang protolan Pesantren Gontor dengan sajak-sajak religius yang kental. Tahun 1980-an muncul KH Mustofa Bisri, Jamal D Rahman, Acep Zamzam Noor, Ahmad Syubbanuddin Alwy, Abidah El-Khalqi dan lain-lain," ujarnya.
Kemudian pada tahun 1990-an tampil Mathori A Elwa, Hamdi Salad, Nasruddin Anshory, Kuswaidi Syafi’ie dan lain-lain.
"Karya-karya mereka pada umumnya diwarnai nafas Islam. Dilihat dari sisi bentuk dan isinya karya-karya sastrawan yang pernah belajar di pesantren itu tidak banyak berbeda dengan sastrawan-sastrawan muslim yang tidak pernah mondok di pesantren," katanya.
Menurut penyair "Si Celurit Emas" itu, tema-tema yang beraneka ragam yang mengarah pada luasnya cakrawala kahidupan, agaknya terus ditulis oleh para santri atau alumni pesantren sebagai sastrawan modern.
"Namun tema yang beraneka ragam itu tetap mengacu pada satu kesadaran, yaitu tauhid. Para sastrawan yang tidak pernah mengecap pendidikan pesantren, tapi punya kesadaran tauhid juga tidak berbeda dengan karya alumni pesantren," katanya.
Dikatakannya, munculnya banyak santri yang menulis karya sastra saat ini akan dapat memperkuat barisan sastra Indonesia. Di beberapa pesantren, seperti Sidogiri (Pasuruan), Al-Amien (Prenduan, Sumenep) dan pesantren Suci (Gresik) banyak menghasilkan santri yang menulis sastra.
"Karya mereka banyak yang dimuat media massa. Selain itu mereka juga menerbitkan buletin pesantren yang di dalamnya memuat karya sastra. Ketika di bidang politik kaum santri kurang berhasil, barangkali dengan sastra mereka bisa memberi sesuatu yang lain kepada masyarakat," katanya.(an/mkf)
Â
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Jadilah Manusia yang Menebar Manfaat bagi Sesama
2
PBNU Soroti Bentrok PWI-LS dan FPI: Negara Harus Turun Tangan Jadi Penengah
3
Khutbah Jumat Hari Anak: Didiklah Anak dengan Cinta dan Iman
4
Khutbah Jumat: Ketika Malu Hilang, Perbuatan Dosa Menjadi Biasa
5
Khutbah Jumat: Menjadi Muslim Produktif, Mengelola Waktu Sebagai Amanah
6
Khutbah Jumat: Jadilah Pelopor Terselenggaranya Kebaikan
Terkini
Lihat Semua