Warta

Zakat Berbuah Mentimun

NU Online  ·  Kamis, 8 Desember 2011 | 03:54 WIB

Bekasi, NU Online
Siapa menyangka kalau mentimun yang dibeli Verawati di Pasar Induk Cibitung Bekasi itu berasal dari petani sayur yang dibiayai dari dana zakat. Dana zakat, infak dan sedekah yang dihimpun LAZISNU sebagian asnafnya disalurkan kepada para petani miskin di kampung Pulomurub, desa Sukawijaya, Kec. Tambelang Kab. Bekasi.

Kemiskinan yang melanda masyarakat perdesaan Indonesia menjadi perhatian Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) untuk menyalurkan sebagian dana zakatnya melalui program pemberdayaan petani. Konsepnya sederhana, yaitu dengan pemberian modal usaha secara bergulir bukan seperti pemberian bantuan langsung tunai (BLT).<>

“Ini ikhtiar kami untuk memberdayakan kaum fakir miskin dengan memberikan bantuan modal usaha secara bergulir agar bantuan yang diberikan itu tidak langsung habis. Kami memberikan kail bukan ikannya. Sebab kalau yang diberikan ikan, pasti sehari dua hari akan habis, “ ujar KH Masyhuri Malik, ketua PP LAZISNU.

Ikhtiar itu dijalankan Lazisnu dalam program pemberdayaan petani desa. Berdasarkan hasil survei dan atas rekomendasi dari Mubarok Nur salah seorang pengurus PCNU Bekasi, dipilihlah lokasi untuk pemberdayaan petani desa di Kampung Pulomurub, Desa Sukawijaya, Kec Tambelang, Kab Bekasi sekitar 20 kilometer dari Cikarang.

Penyerahan bantuan modal usaha mikro kecil itu secara simbolis dilakukan oleh Ketua PP LAZISNU KH Masyhuri Malik kepada perwakilan kelompok usaha tani di Serang, Banten setahun yang lalu bersamaan penyerahan bantuan modal usaha mikro untuk petani Serang, dan pedagang kecil di Ciamis Jawa Barat.

Kini, para petani itu sudah bisa tersenyum. Mereka sudah bisa menikmati hasil usahanya. Dari dana zakat itu kini bisa berbuah mentimun, terong, pare, oyong, labu dan sayur-mayur lainnya. “Ini hasilnya jerih payah kami Pak! “ kata Udin, petani sayur desa Sukawijaya, Kec. Tambelang Bekasi sambil menunjukkan tumpukan timun yang mau ditarik ke Pasar Induk Cibitung Bekasi.

Menurut Mubarok Nur, yang akrab disapa Babay itu, daerah ini memang terbilang daerah miskin dan tertinggal. “Karena itu, saya meminta bantuan lembaga-lembaga zakat untuk membantu pemberdayaan mereka supaya mereka maju. Padahal daerah ini lahannya subur untuk bertani. Tapi, mungkin karena mereka malas sehingga mereka jatuh miskin,“ kata Babay, tokoh masyarakat setempat.

Tepat  pada 1 Muharram 1433 H, Ahad (27/11) lalu, para petani desa Sukawijaya ini sedang panen raya ketimun. Mereka meluapkan kegembiraannya melihat hasil tanamannya berbuah lebat. “Sekarang lagi musim timun pak, silakan datang ke sini, nanti bapak bisa metik timun di kebun mereka,“ kata Babay.

Lahan seluas 6 hektar itu membentang rimbun dipenuhi tanaman ketimun. Menanam ketimun terbilang sangat cepat mendapat hasilnya. “Selama tiga puluh lima hari kami sudah panen pak, “ kata Lamin, ketua Kelompok Tani desa tersebut.

Pada musim awal panen, perolehan timun sekitar 7 ton. Tapi kalau sudah 40-50 hari bisa mencapai 20=30 ton perhektar. Lamin yang mebawahi 13 orang petani desa itu, diberi amanah untuk mengelola dan bertanggung jawab terhadap perputaran dana yang disalurkan Lazisnu sebesar Rp10 juta untuk satu kelompok.

“Dana tersebut saya putar kepada empat kelompok petani sayur. Dan masing-masing bertanggung jawab terhadap lahan garapannya sesuai pembagian. Saya bertanggung jawab untuk menjalankan usaha tani ini mulai dari bimbingan teknis sampai pengadaan bibit, pupuk dan pengendalian hama, “ ujar Lamin yang sejak 1997 menekuni tani sayur.

Kini, penerima manfaat zakat itu sudah bertambah menjadi empat kelompok. Masing-masing kelompok beranggotakan 13 orang. Jadi sudah ada 52 kepala keluarga yang dibina Lazisnu. “Alhamdulillah, berkat dana zakat ini kami bisa menghidupi keluarga, menyekolahkan anak. Tapi, kendalanya pak. Harga timun ini sering jatuh, harganya murah, “kata Ribut berharap agar harga timun bisa stabil.

Memang para petani masih sayur ini masih dihadapkan pada permasalahan pemasaran, harga pupuk yang tinggi sedangkan harga jual hasil taninya murah. Di pasaran, harga timun sering anjlok hingga Rp500 perkilogram. “Tapi kalau lagi naik, Alhamdulillah bisa laku hingga Rp4.000 perkilo, “ kata Lamin.


Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Sudayat Kosasih