Warta DIKLAT NASIONAL PELAKSANA RUKYAT NU

Yang Ilmiah selalu Berkembang

Selasa, 19 Desember 2006 | 01:28 WIB

Semarang, NU Online
Ilmu hisab sebagai produk dari pengamatan benda-benda langit, terutama bulan, akan selalu mengalami perkembangan ke tingkat akurasi yang semakin tinggi dan tinggi lagi. Maka tidak ada satu “kitab kuning” pun yang berlaku sepanjang zaman, bahkan bisa berkembang menjadi “kitab putih”.

Demikian dikatakan Ketua Umum Lajnah Falakiyah (LF) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dihadapan para peserta Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Nasional Pelaksana Rukyat Nahdlatul Ulama di komplek Masjid Agung Semarang Jawa Tengah, Senin (18/12).

<>

Pengamatan dan penelitihan terhadap bulan terus menerus dilakukan oleh para ahlinya sehingga berkembang pula hisab yang semakin tinggi tingkat akurasinnya.

“Saya yakin shohibu Sulamun Nayyiren (pengarang kitab dasar ilmu hisab, Red) tidak akan menghendaki kitabnya akan digunakan sampai kiamat,” kata Kiai Ghazali.

Para ahli hisab di kalangan Lajnah Falakiyah sendiri telah menerbitkan beberapa kitab ilmu hisab dengan tingkat akurasi yang lebih sempurna. Tersebut kitab Nurul Anwar karangan Kiai Nur Ahmad yang adalah salah seorang ahli hisab NU yang kini telah berusian senja.

“Kalau Pak Kiai Nur Ahmad itu tidak mau menggunakan kitab pedoman lain selain kitab karangannya sendiri,” kata Kiai Ghazali.

Para pengarang kitab ilmu hisab dan rukyat yang lain adalah Dr. hafidz mempunyai metode Mawakih yang digunakan dimana-mana dan bahkan sering dibanggakan oleh Departemen Agama sebagai karya intelektual Indonesia. Ada juga Ahmad Ghazali mengarang Irsyadul Murid, dan Muhiyiddin mengarang “kitab putih” Hisab dan Rukyat dalam Teori dan Praktik lengkap dengan format digitalnya.

“Kog berani-beraninya anggota Lajnah Falakiyah membuat kitab baru seperti itu. Ya karena ilmu pengetahuan akan selalu berkembang. Nah apa Antum sekalian tidak ingin buat metode hisab buat NU,” kata Kiai Ghazali menantang.

Ditambahkan Rais Syuriah PBNU KH. Ma’ruf Amin, ilmu hisab berbeda dengan ilmu fikih yang mana didasarkan pada observasi benda-benda langit, tidak diturunkan langsung dari teks-teks suci. “Jadi perlu dibedakan,” katanya.

Organisasi Nahdlatul Ulama sendiri memang sengaja tidak menetapkan satu kitab saja yang menawarkan metode yang siap pakai dan dengan tingkat akurasi yang tinggi karena dengan begitu akan mematikan karya-karya ilmu pengetahuan yang terus bermunculan.

Kini tidak kurang dari 25 metode hisab yang dihasilkan oleh warga NU dengan tingkat akurasi yang berbeda-beda. Untuk mengatasi perbedaan perhitungan itu, PBNU telah menerbitkan buku pedoman hisab penyerasihan yang dirumuskan bersama oleh para pakar hisab dan astronom di lingkungan NU. (nam)