Warta

Warga NU Pilih Gus Dur Dan Megawati, Muhammadiyah Pilih Amien

NU Online  ·  Rabu, 21 Januari 2004 | 02:14 WIB

Jakarta, NU Online
Gus Dur dan Megawati menjadi calon presiden favorit di kalangan warga Nahdlatul Ulama (NU), sementara kalangan Muhammadiyah memilih Amien Rais sebagai calon presiden paling favorit dalam pertarungan kursi presiden Pemilu 2004. Demikian hasil survei yang dilaksanakan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan dipaparkan di Jakarta, Selasa.

Menurut survei yang dilakukan secara nasional selama 1-4 November 2003 terhadap 2.160 responden, calon presiden favorit komunitas dua organisasi berbasis muslim terbesar di Indonesia itu berbeda.

<>

Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri hampir berbagi prosentase yang sama sebagai capres favorit warga NU. Tiga besar presiden favorit di kalangan NU berturut-turut adalah Gus Dur (15,8 persen), Megawati (13,9 persen), dan Hamzah Haz (8,3 persen).

Sebanyak 19,6 persen responden dari kalangan NU menyatakan tidak tahu akan memilih siapa sebagai calon presiden, sementara sisanya antara lain memilih Sri Sultan Hamengkubuwono X (8,2 persen), Akbar Tandjung (tujuh persen), Yusril Ihza Mahendra (6,3 persen), Susilo Bambang Yudhoyono (5,5 persen), Jenderal TNI (Purn) Wiranto, Amien Rais (4,7 persen) dan Nurcholis Madjid (4,7 persen).

Di kalangan Muhammadiyah, Amien Rais jauh mengungguli nama-nama calon presiden lainnya sebagai favorit para responden dengan mengantongi 35,8 persen. Di belakang Amien, Megawati dan Sri Sultan Hamengkubuwono menduduki posisi kedua dan ketiga capres favorit, masing-masing dengan 10,6 persen dan 6,5 persen.

Nama-nama lain yang juga muncul di komunitas Muhammadiyah antara lain Akbar Tandjung (5,7 persen), Susilo Bambang Yudhoyono dan Yusril Ihza Mahendara (4,9 persen), Hamzah Haz dan Wiranto (3,3 persen) dan Nurcholis Madjid (1,6 persen), sementara jumlah responden yang menyatakan tidak tahu akan memilih siapa mencapai 20 persen.

Dalam survei yang dilakukan terhadap lebih dari 2.000 responden itu, mereka yang menyatakan merasa sebagai bagian dari NU tercatat sebanyak 35,2 persen sementara yang menganggap dirinya sebagai warga Muhammadiyah adalah 5,8 persen.  

Sementara itu, Muhammad Qodari, MA, dari LSI menyerukan NU dan Muhammadiyah --sebagai dua organisasi massa terbesar di Indonesia dan dapat mempengaruhi pemilih-- untuk berperan lebih aktif untuk menyiapkan para pemilih agar mereka dapat menjadi "hakim" yang baik dalam "hari pengadilan" pemilu legislatif pada 5 April dan pemilu presiden dan wakil presiden pada 5 Juli mendatang.

Seruan LSI tersebut didasarkan pada "potret" buram pemilih menjelang 2004, yang ditengarai akibat gagalnya pemulihan kondisi ekonomi, komunikasi politik serta pendidikan politik partai. Menurut Qodari, dalam lima tahun reformasi, jarang terdengar partai yang melakukan pendidikan politik bagi warga negara, sementara pemimpin partai besar justru disibukkan oleh upaya meraih dan mempertahankan jabatan publik seperti presiden, MPR, DPR atau menteri.

Akibatnya, kata master di bidang perilaku politik dari Universitas Essex, Inggris, itu, mayoritas pemilih terasing dari politik dan merasa tak berdaya untuk mempengaruhi pemerintahan. 

Karena itu pula, lima tahun reformasi menghasilkan potret buram pemilih sehingga pemilih memasuki pemilu 2004 tanpa kesiapan untuk menjadi "hakim" yang baik di "hari pengadilan".

"Banyak pemilih kita yang tidak tahu apa itu DPD atau KPU," katanya. Tidak sedikit pemilih yang tidak menyadari bahwa presiden dipilih langsung serta dalam pemilu 2004 ini mereka juga memilih para anggota DPR, DPRD dan DPD.

Mayoritas pemilih, menurut hasil survei, juga apatis dan tidak yakin dapat mempengaruhi pemerintah. Hanya 20 persen pemilih yang merasa yakin bahwa mereka dan orang lain mampu mempengaruhi pemerintah. Mayoritas pemilih juga tidak terlalu perduli dengan isu yang tidak berhubungan langsung dengan kesulitannya. 

Sebanyak 68 persen responden, menurut Qodari, menganggap masalah ekonomi sebagai masalah paling penting yang sedang dihadapi bangsa Indonesia. Adapun berbagai isu penting yang menjadi dasar bagi negara modern seperti pemberantasan korupsi dan penegakan hukum hanya dirasakan oleh masing-masing lima persen dan dan 5,2 persen responden.(mkf)