Warta

UU Perkawinan Bentuk Simbolis Agama

NU Online  ·  Ahad, 4 Januari 2004 | 06:44 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB-NU) KH Salahuddin "Gus Sholah" Wahid mengemukakan, upaya memperjuangkan Syariat Islam dalam kehidupan bernegara di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1945, yaitu dengan memasukkan kata syariat Islam dalam UUD 45 yang lebih dikenal dengan Piagam Jakarta.

"Meski upaya tersebut pada akhirnya diperbaharui, namun pada tahun 1974 ada jalan kompromis menyangkut Syariat Islam yang terkait dengan hukum pernikahan dalam UU Perkawinan dan mendorong pembentukan Departemen Agama. Hal ini sebagai salah satu bentuk simbolis bahwa agama boleh merambah kehidupan bernegara," katanya dalam diskusi nasional yang diselenggarakan di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB).

<>

Menurut Kepala Humas IPB, drh Agus Lelana di Bogor, Ahad, acara yang diberi label "Diskusi Nasional Umat Islam (DINASTI)" itu mengusung tema "Penerapan Syari’at Islam: Kontroversi, Implikasi, Peluang dan Harapan" berlangsung di Gedung Graha Widya Wisuda, yang digagas oleh Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) IPB.

Perdebatan tentang masuknya syariat Islam sendiri terus berlangsung sampai sekarang. Dalam amandemen UUD 1945 yang dilakukan beberapa waktu lalu, beberapa partai Islam berusaha memasukan kembali 7 kata dalam piagam Jakarta yang dihapus.

Namun demikian, dukungan dari beberapa organisasi keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah kurang kuat. NU sendiri menganggap bahwa kondisi saat ini sudah ideal dimana yang penting bukan masuknya ajaran Islam secara formal, tetapi nilai dan pelaksanaan dari ajaran Islam itu yang penting.

Dalam berbagai kesempatan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menjelaskan bahwa dengan melaksanakan UU yang ada saat ini, berarti bahwa kita sudah menjalankan separuh dari ajaran Islam.(mkf)


Â