Warta

Teror Bukan Islam, Tetapi Sebuah Crime

NU Online  ·  Senin, 26 Januari 2004 | 12:36 WIB

Jakarta, NU.Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul 'Ulama (PBNU) KH. Hasyim Muzadi mengatakan teror itu bukan Islam tetapi sebuah crime, jadi bisa terjadi dalam semua agama dan kelompok manapun.

Demikian diungkapkan KH.Hasyim Muzadi dalam acara Focus Discussion,"Masa Depan Irak Pasca Saddam Husein" yang digelar Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) di Gedung PBNU, LT VIII Jakarta (26/1). Selain itu hadir juga beberapa pembicara antara lain, Muzamil Basuni (Direktur Timur-Tengah Departemen Luar Negeri), Irjen (Pol) Ansyad Mbay (Desk Koordinator Anti Teror Menkopolkam), Happy Bone (Anggota Komisi 1 DPR-RI) dan Hanif  Saha Ghafur, MA ( Dosen Pasca Sarjana UI Kajian Timur Tengah).

<>

Padahal selama ratusan tahun Islam di Indonesia tidak mengenal bom, "kita semua memeluk Islam bukan karena bom tetapi karena akulturasi," karena itu, lanjut Hasyim kita harus membedakan pemahaman antara Islam sebagai ajaran dengan Islam sebagai gerakan. Kenyataan ini berimplikasi pada politik pencitraan yang dibangun. Bagi Hasyim usaha memahami Islam dari sudut gerakan inilah yang banyak menimbulkan kesan salah dan memasukan Islam sebagai kelompok radikal, padahal unsur radikalisme ada dalam semua ajaran agama. Persoalannya adalah unsur radikalisme itu muncul akibat tekanan dari budaya, lingkungan dan situasi yang rentan dari ketidakadilan.

Bagi Hasyim terorisme dan radikalisme  itu tejadi karena, pertama adanya kelompok hizbut takdzhiri (orang yang merasa Islam sendiri dan diluar dirinya  itu kafir). kelompok ini akan  menghalalkan semua cara di dalam berbuat di luar kemopoknya. Dan pemahaman ini harus dieliminasi bahwa agama ini milik semua, tidak bisa diklaim miliknya sendiri. "kelompok ini tidak bisa dihadapi dengan peluru, tapi dengan memberikan pemahaman yang benar," katanya

Kemudian yang kedua adalah adanya ketidakadilan di dalam sebuah komunitas, sehingga rakyat ini melawan ketidakadilan itu dan karena ketidakadilan adalah musuh semua agama, maka semua komunitas beragama pasti menggunakan dogma agamanya untuk melawan ketidakadilan. jadi aksi dan reaksi masyarakat sekalipun menggunakan agama, kalau dia timbul karena ketidakadilan maka harus dilihat dari sudut pandang yang komprehensif, tidak melulu dari kaca mata agama, "ini yang tidak diakui oleh Amerika," tegasnya.

Selain itu Hasyim menjelaskan hambatan dan kelemahan dalam memahami terorisme yakni karena faktor kesalahan strategi dan taktis. Masalah teroris sebetulnya ada disemua agama, cuma dalam soal strategi umat islam tidak rapi, "sedangkan orang-orang di luar Islam kalau menyerang Islam itu membungkus diri dengan rapi, sehingga tidak tampak dan kita telanjang, habis ngebom teriak Allahhu Akbar," ungkapnya.  Oleh karena itu, himbaunya jangan kita menghancurkan agama kita karena kebodohan cara kita sendiri.

Oleh karena itu terkait dengan stateman Amerika di Iraq pasca saddam, Hasyim juga protes keras terhadap upaya stigmatisasi Islam ketika ada upaya tentara-tentara gerilyawan Irak melawan Amerika. "itu dibilang Al-Anshor, Al-Islam melakukan terorisme terhadap Amerika. Ini  bukan terorisme, ini adalah kekuatan rekasi dari sisa-sisa laskar Saddam, terlepas dia beragama apapun. Dan steteman tersebut,lanjut Hasyim dibenarkan oleh Romo Kardinal Darmaatmadja. "orang kristen pun yang 10 persen di Iraq juga menjadi gerilyawan," paparnya.

Sedangkan solusi untuk menghadapi terorisme lanjut Hasyim, yang diperlukan adalah upaya meningkatkan pendidikan sumber daya manusia, mengeliminir paham (penafsiran) radikalisme yang mengarah pada tindakan kekerasan serta memulai dari diri kita sendiri untuk memahami ajaran yang benar dan melakukan tindakan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ungkap Hasyim.

Seminar yang diadakan PB PMII ini bertujuan untuk membangun wacana dunia bahwa pendekatan kerjasama antar negara lebih diutamakan daripada pendekatan kekerasan dalam penyelesaian masalah internasional.Acara kali ini merupakan agenda triwulan yang akan dilaksanakan secara berkala dan sebagai sebuah forum yang secara terus menerus mambahas isu-isu aktual dan perkembangan geo politik global, demikian diungkapkan ketua panitia pengarah acara, Ketua PB PMII, Hasan Basri Sagala kepada NU.Online. (cih)