Warta

Suasana Ramadhan di Ibukota Yaman

NU Online  ·  Senin, 31 Agustus 2009 | 05:27 WIB

Sana’a, NU Online
Masyarakat Muslim menjalani Ramadhan sesuai dengan tradisi masing-masing. Di Sana’a, ibukota Yaman, ada beberapa pemandangan berbeda dari hari-hari biasanya di luar Ramadhan. Di dabbab atau angkutan kota, taxi, microbus, toko-toko, dan ruang security, terlebih di seluruh masjid akan dijumpai orang-orang duduk yang membaca atau menghafalkan Al-Qur’an.

Beberapa bufiyyah atau warung snack dan minuman mulai buka sekitar pukul 16.30 waktu setempat. Waktu menjelang dan setelah buka puasa kondisi jalan raya sangat jarang dilalui kendaraan. Berikut penuruturan A. Syukron Amin, mahasiswa  Jurusan Islamic Studies di Yemenia University, Mantan Ketum PPI Yaman.<>

Menyambut Datangnya Ramadhan, sebagai ibukota yang tentu padat penduduknya, semakin indah di pandang di malam hari. Penduduk berdebar tak sabar dan tak tahan ingin memeluk datangnya bulan Ramadhan. Sa’at fatwa awal Ramadhan dari Mufti yang ditunggu-tunggu pun datang, gemuruh masjid seakan menggemparkan suasana yang tadinya hening menjadi merinding, langkah-langkah pasti berbondong-bondong menuju kemenangan.

Mungkin itulah suasana dalam menyambut bulan Ramadhan di kota Sana’a, yang penuh akan kesibukan, berbeda dengan suasana yang ada di provinsi-provinsi lain maupun di kampung yang sangat teduh nan hikmah, bahkan jauh hari sebelumnya telah diadakan berbagai persiapan, seperti membersihkan dan menyiapkan tempat lebih nyaman, untuk para jamaah maupun mengadakan lomba menghafal Al-Qur'an untuk anak-anak.

Suatu hal unik yaitu pembagian beberapa sembako bagi penduduk yang kurang mampu. Rasa persaudaraan sesama muslim di bulan ini begitu kuat yang dapat dilihat dengan adanya saling tolong menolong antar sesama, yang kaya menolong yang miskin dan yang kuat membantu yang lemah. Mungkin telah menjadi rahasia umum jika sebagian orang kaya atau pengusaha di negeri Saba’ ini, selain membangun kantor untuk perusahaannya, juga membangun kantor untuk keperluan bantuan sosial, guna menyalurkan dan membagi-bagikan sembako maupun sumbangan lainnya kepada orang yang tidak mampu terutama pada bulan Ramadhan.

Sore hari di bulan Ramadhan, pedagang di sore hari semakin ramai. Sesekali teriakan terlontar menarik hati pembeli untuk membeli makanan khas yang sekana-akan “afdhal” untuk berbuka puasa, syambusa (semacam pastel), bakhomri (sejenis roti), tho’miyyah, bakiyyah (seperti bakwan) dan syurbah (mirip bubur) dihamparkan di pinggir jalan, dan beberapa toko-toko penjual minuman juice murni dan makanan seperti ‘asyid (hampir sama dengan dodol atau jenang) telah ramai dikunjungi bahkan ada yang telah memboking tempat sebelumnya.

Di beberapa jalan raya depan masjid, orang-orang berdiri membagikan secuil kurma dan sebungkus qahwah (minuman hangat campuran jahe dan kopi), memang ketika buka puasa, orang Arab lebih gemar minum air hangat, dibanding air dingin seperti kita. Di samping itu, hampir di setiap masjid menyiapkan buka puasa bersama berupa roti mulawwah, bruto, rusyus, (WNI di Saudi Arabia menyebutnya roti tamis) bagi jamaah yang shalat di masjid tersebut.

Cuaca lumayan dingin di dataran tinggi ini sangatlah bersahabat, tak terasa hening sesaat, jam 06.15 sore telah terdengar kumandang adzan, seakan puasa sangatlah singkat, saatnya orang-orang muslim meraih kebahagiaan pertamanya di dunia, Maghrib dan Isya berlalu, masjid-masjid dipenuhi oleh wajah-wajah berseri, shalat tarawih seakan menjadi shalat fardhu, bagi pelajar Indonesia di sini, biasanya melaksanakan shalat berjamaah di masjid lembaga pendidikannya. Sesekali, masyarakat Indonesia mengadakan buka bersama dan shalat berjamaah di Ruang Serba Guna KBRI Sana’a, ataupun undangan buka puasa bersama di rumah-rumah para diplomat, pengusaha maupun karyawan Indonesia yang berdomisili di sini.

Masjid Agung President Ali sebagai ibu bagi masyarakat Yaman dan pelajar asing seperti Indonesia, masjid yang ramah dan sangat dermawan yang selalu menyantuni jamaahnya, selalu saja ada pembagian zakat, selalu saja dipenuhi antrian untuk berbuka puasa dan menerima zakat. Masjid Hail Sail di kawasan Hail kadang membagikan santunan, sebuah Jam’iyah Ta’awuniyah (baca; LSM) di distrik tertua di Sana’a  pun sering membagikan zakat dan sembako bagi yang tidak mampu. Dan sebagian besar mesjid-mesjid yang ada di ibukota kebudayaan Arab ini senantiasa memberikan bantuan bagi yang tidak mampu.

Jika hal ini dibandingkan dengan kondisi di Indonesia, tentulah sangat berbeda jauh dimana di Indonesia orang-orang memakmurkan masjid, sedangkan di Sana’a sebaliknya yaitu masjid yang sangat berperan memakmurkan masyarakatnya.

Tempat-tempat hiburan malam berjalan sebagaimana adanya, café-café dipenuhi asap syisya (rokok Arab) dan wajah-wajah serius dengan kunyahan qat yang cukup besar di salah satu pipi (seperti masyarakat Lombok yang menguyah sirih.red), tak ketinggalan wajah-wajah suntuk dan letih setelah seharian bekerja, klub malam yang mempunyai izin resmi terlihat kelebihan pengunjung dibanding biasanya. Bisa dikatakan bahwa aktifitas di malam hari jauh lebih padat di banding siang hari.

Selama lima tahun tinggal di Yaman, saya tidak pernah mendengarkan bunyi gendang ataupun suara gerombolan orang berkeliling membangunkan yang sedang tidur lelap atau ketiduran untuk bersiap-siap sahur. Karena menurut pengamatan penulis, kebiasaan orang Yaman di bulan puasa adalah begadang hingga waktu subuh, dan mereka akan tidur setelah menjalankan shalat subuh hingga pukul 09.30, kemudian bersiap-siap menjalankan aktfitas mereka sehari-hari- khususnya di perkantoran dan pertokoan- sampai pukul 15.00. Dawwam (jam kerja) resmi ini berbeda dari biasanya, yang dimulai pukul 08.00 dan diakhiri pukul 13.00. Praktis, ketika pagi hari lalu-lalang lalu lintas sangatlah sepi.

Hal menarik lainnya juga akan dijumpai, sa’at-sa’at sepuluh hari terakhir Ramadhan-yang di dalamnya terdapat “lailatul qadr”-, masjid-masjid di Sana’a hingga halamannya dipenuhi oleh orang-orang yang sedang ber-i’tikaf (berdiam diri dengan niat ibadah), di jalanan terlihat orang-orang membagi-bagikan zakat dan sadakah mereka kepada fakir dan miskin.

Malam-malam bilangan ganjil Ramadhan adalah malam yang sangat indah dan ramai di setiap masjid, terutama di masjid Jami’ Kabir yang terletak di kawasan Babul Yaman, sebuah masjid bersejarah yang dibangun oleh Sayyidina Ali RA  hampir tidak ditemukan celah yang kosong untuk berbaring, karena dipadatkan oleh banyak orang. Tangisan sedih di akhir Ramadhan terdengar lirih di setiap masjid bagaikan orang yang kehilangan kekasih tercinta. (nam)