Warta

Suami Tak Bertanggungjawab Picu Perceraian

NU Online  ·  Rabu, 14 April 2010 | 02:40 WIB

Brebes, NU Online
Akibat suami tidak bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup keluarga, memicu angka perceraian di Brebes. Terbukti, istri yang melakukan gugatan lebih banyak ketimbang suami yang menjatuhkan talak pada istri.

“Istri yang menggugat cerai sebanyak dua kali lipat dibanding suami yang mengajukan talak,” tutur Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Brebes Drs H Mughni Labib MSi di sela Musyawarah Daerah (Musda) Badan Penasehat Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kab. Brebes di aula Kantor Kementerian agama setempat Selasa (13/4)<>.

Dari data akhir tahun 2009, tercatat angka perceraian mencapai 3.084 dari 22.616 pasangan pernikahan di 17 Kecamatan se Kabupaten Brebes. “Istri yang menggugat cerai ada 2.106 orang dan Suami yang menjatuhkan talak hanya 978,” ungkap Mughni.

Menilik pada angka tersebut, lanjutnya, angka perceraian di Brebes dalam kurun waktu tahun 2009 mencapai 13,64%.

Menurut Mughni, gugatan cerai para istri tersebut akibat suami selingkuh, madat, tidak punya pekerjaan dan melarikan diri. ‘Ulah’ suami-suami itu, menjadikan para istri jadi tidak nyaman. Belum lagi jeratan ekonomi yang mengusik kehidupan keluarganya.

Untuk itu, dia mendesak kepada BP4 Kab. Brebes untuk menekan angka perceraian. Menurutnya BP 4 hingga kini kurang bekerja maksimal. Karena aktivitas kegiatannya hanya pada pra nikah saja. Sementara pasca nikah para pasangan tersebut tidak mendapat sentuhan nasehat atau pembinaan yang intens. “Para pasangan suami istri hanya mendapatkan sekali saja sentuhan dari BP4 yakni pada saat kursus calon pengantin,” ujarnya.

Itupun, lanjutnya, pasangan yang hadir hanya mencapai 40 sampai 45 persen saja. Sehingga BP4 perlu menambah intensitas kegiatan. “Tugas utama BP4 kan melestarikan perkawinan, jadi harus intens jangan hanya pada pra nikah saja,” desaknya.

Sementara Budayawan Tegal Drs Atmo Tan Sidik memandang bahwa perkawinan itu amat sakral. Jadi jangan sampai hanya dijadikan ajang percobaan saja. Perlu dilihat dan telaah dari segi kesuciaanya. Baik itu dari segi Agama, Negara, maupun Budaya. “Agar masing-masing Suami memaknai arti sighat taklik, maka perlu diucapkan berulang-berulang sighat taklik itu,” sarannya.

Dia membandingkan, seperti kalimat sahadat yang harus terus diucapkan oleh umat Islam kendati ikrar masuk Islam hanya sekali saja. “Begitupun sumpah prasetya korpri, sumpah prajurit dan Sighat taklik harus diucapkan terus menerus agar kesetiaan dan tanggung jawab terpatri selamanya,” pungkasnya. (was)