Warta

Statemen Cak Nur Tentang NU Involutif

NU Online  ·  Jumat, 10 Oktober 2003 | 08:58 WIB

Jakarta, NU.Online
Koordinator nasional FKGMNU (Forum Komunikasi Generasi Muda Nahdlatul 'Ulama) Amsar Dulmanan menyatakan gagasan dan statemen yang di ungkapkan Nurcholis Madjid tentang NU itu involutif dan bias kepentingan.Kemurniannya sebagai seorang intelektual sudah tidak tercover lagi yang ada adalah mekanisme disekitarnya yang membelenggunya dalam kekuasaan.

Sebelumnya cak Nur menyatakan di Harian Kompas (5/10/2003)) bahwa Nahdlatul 'Ulama akan maju seperti yang lain butuh waktu 20 tahun lagi. Secara sosiologis, Cak Nur yakin bahwa perkembangan pemikiran keislaman di NU akan berdampak pada kesetaraan atau menyempitkan kesenjangan wawasan antara kalangan elitnya dengan warga Nahdliyyin pada umumnya. Bahkan, Cak Nur berani mematok jangka waktu 20 tahun untuk melihat bentuk kesetaraan itu ke depan. Cak Nur menyatakan rasa bangganya akan perkembangan pemikiran generasi muda NU yang begitu pesat.

<>

Ungkapan ini lanjut Amsar selalu berulang-ulang di ungkapkan cak Nur lebih dari 10 tahun yang lalu dan juga menyatakan bahwa abad mendatang pemikiran islam akan didominasi oleh anak-anak muda NU. Lantas apakah komentar cak Nur memberikan pengharapan atau penghinaan,  ia mengatakan statis, dalam pengertian cuma untuk menyenangkan komunitas NU, tidak lebih dari itu supaya dia  merasa include dan dihargai oleh komunitas Nahdliyyin seolah-olah begitu, jelas Amsar yang mantan aktivis PMII ini.

Amsar justru mempertanyakan apakah selama ini tidak ada kemajuan lagi sehingga harus menunggu 20 tahun lagi. padahal kontribusi Nahdlatul 'Ulama dalam pemikiran dan tindakan terhadap perbaikan bangsa sudah tidak diragukan lagi. NU mempunyai landasan yang konsisten untuk secara positif dan kreatif memberi isi pada wawasan kebangsaan sesuai dengan tantangan yang dihadapi bangsa. Itu terjadi, menurut Amsar karena NU memiliki kejelasan konsep dan keseimbangan sikap dalam menghayati ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariah. "Kejelasan konsep dan keseimbangan sikap ini sangat diperlukan karena mayoritas bangsa kita adalah umat Islam dan posisi NU dalam konteks ini selalu menjaga pluralisme," ujarnya.

Karena itu tambah Amsar tidak relevan jika terus membandingkan sebuah tradisi dengan tradisi lainnya sementara setiap tradisi memiliki parameter dan ciri yang tidak bisa dibandingkan. Maka pendekatan yang harus dilakukan adalah pendekatan yang holistik supaya lebih memahami sepak terjang NU dalam berbagai aspek. "ini penting agar tidak melulu terjadi distorsi," tandas Amsar (Cih)