Sebagian Anak Muda NU Terjebak “Liberalisme Pasar”
NU Online · Kamis, 28 Agustus 2008 | 03:33 WIB
Sebagian kalangan anak muda NU yang bergelut dengan pemikiran liberal terjebak pada keinginan para pelaku pasar bebas. Awalnya pemikiran liberal yang digulirkan hanya terkait dengan persoalan keagamaan, namun kemudian merembet ke persoalan ekonomi.
”Mereka terjebak keinginannya sendiri untuk membebaskan diri, tapi justru terjebak pada keinginan pasar,” kata pengamat sosial Dr Daniel Dakidae dalam diskusi buku ”Pergolakan di Jantung Tradisi: NU yang Saya Amati,” karya As’ad Said Ali, di Jakarta, Rabu (27/8).<>
Kasus yang paling dekat adalah ketika beberapa anak muda NU yang bergelut dalam pemikiran liberal keagamaan ikut mendukung kenaikan BBM. Dikatakan Daniel, keterlibatan anak muda NU dalam iklan dukungan kenaikan harga BBM di salah satu koran nasional beberapa waktu lalu adalah dukungan yang jelas terhadap pasar bebas.
As’ad Ali dalam buku yang dipengantari oleh Rais Aam PBNU KH Sahal Mahfudz, menyebutkan, liberalisme pemikiran keagamaan memuluskan kerja liberalisme dalam bidang ekonomi. Sementara Daniel Dakidae dalam diskusi tersebut menyatakan, liberalisme ekonomi di Eropa didahului oleh liberalisme agama.
”Liberalisme agama mempengaruhi kehidupan kita. Liberalisasi agama di Jerman kemudian menjadi liberalisasi ekonomi yang menyebar ke mana-mana. Liberalisasi agama jalan dulu, baru menyebar kemana-mana,” katanya.
Dalam diskusi yang dihadiri oleh Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, Prof Dr Kacung Marijan dan sejumlah pengamat sosial, Daniel menyampaikan, pergolakan pemikiran anak muda NU terjadi pada awal 1980-an saat ”radikalisme pemikiran keagamaan” anak muda bersanding dengan ”radikalisme politik kampus” melawan otoritarianisme Orde Baru.
Pergolakan yang paling menonjol terjadi di Yogyakarta, dan kemudian merembet ke beberapa kota seperti Jakarta, Surabaya, dan Malang. Simbol pergolakan pemikiran yang terus bertahan hanya Yogyakarta dan Jakarta. Hanya saja dalam perjalanan berikutnya terjadi perbedaan yang menyolok antara gerakan pemikiran di Yogyakarta dan Jakarta.
”Kalau boleh saya katakan radikalisme Jogja berbeda dengan radikalisme Jakarta. Di Jogja adalah radikalisme kiri yang pro rakyat, sementara Jakarta adalah radikalisme kanan yang pro globalisasi dan pasar bebas,” katanya.
Sementara itu dalam waktu yang bersamaan konsentrasi geliat pemikiran anak muda NU beralih ke Jakarta. ”Apakah radikalisme kiri di Jogja yang dialami anak muda NU ini berbelok menjadi radikalisme kanan Jakarta?” kata penulis buku babon Cendekiawan dan Kekuasaan itu mengakhiri diskusinya. (nam)
Terpopuler
1
Koordinator Aksi Demo ODOL Diringkus ke Polda Metro Jaya
2
Inilah Niat Puasa Asyura Lengkap dengan Latin dan Terjemahnya
3
5 Doa Pilihan untuk Hari Asyura 10 Muharram, Lengkap dengan Latin dan Terjemahnya
4
Khutbah Jumat: Memaknai Muharram dan Fluktuasi Kehidupan
5
Khutbah Jumat: Meraih Ampunan Melalui Amal Kebaikan di Bulan Muharram
6
10 Muharram Waktu Terjadinya 7 Peristiwa Penting Para Nabi
Terkini
Lihat Semua