Warta MAULID NABI

"Ngurisan" Maulid Nabi Gaya Mataram

Ahad, 28 Februari 2010 | 10:07 WIB

Mataram, NU Online
Tradisi "ngurisan" atau cukur rambut bayi pada saat perayaan maulid Nabi Muhammad SAW mulai digelar warga Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu.

Tradisi "Ngurisan" atau cukur rambut bayi yang baru lahir atau berumur dibawah enam bulan bagi masyarakat Lombok biasanya dilaksanakan di masjid atau musala pada hari-hari besar agama Islam, terutama saat peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.<>

Di Masjid Al-Falah, Lingkungan Pejeruk, Kelurahan Dasan Agung, Kota Mataram, sejumlah bayi digendong orang tua atau kerabatnya di bawa ke masjid bersama dengan beberapa jenis bunga dan beras kuning yang diletakkan dalam sebuah nampan berisi kepingan uang logam.

Sebelum prosesi "ngurisan" dilaksanakan oleh para tokoh agama dan masyarakat dari bebeberapa kampung di dalam dan luar Kelurahan Dasan Agung, terlebih dulu dimulai dengan "namatan" atau pembacaan ayat-ayat pendek yang dilakukan oleh anak-anak usia sekolah dasar.

Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan kitab barzanji atau riwayat perjalanan Rasulullah SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa untuk menerima perintah shalat lima waktu sehari semalam dari Allah SWT.

Selesai pembacaan kitab barzanji tersebut barulah proses "ngurisan" dilaksanakan bersamaan dengan "selaqaran". Seluruh tokoh agama dan masyarakat yang diundang harus mencukur atau memegang kepala bayi.

Prosesi "ngurisan" anak bayi yang masih berumur di bawah enam bulan itu dilaksanakan seusai shalat Ashar. Tradisi "ngurisan" tersebut merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan maulid secara tradisional di Kelurahan Dasan Agung Mataram yang dimulai sejak pukul 09.00 Wita hingga pukul 17.30 WITA.

Menurut salah seorang tokoh agama H. Sahabudin tradisi "ngurisan" yang digelar setiap perayaan maulid sudah menjadi kebiasaan warga selama puluhan tahun.

Tradisi itu juga merupakan warisan para orang tua dulu sehingga harus dihormati dan dilestarikan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.

"Dengan tetap mengadakan ritual keagamaan ini kita tetap ingat pada kebaikan yang telah diwariskan oleh para orang tua dulu," ujarnya.

Warga Dasan Agung setiap tahun mengadakan kegiatan maulid secara tradisional di seluruh masjid yang ada di setiap lingkungan di Kelurahan Dasan Agung dengan mengundang tokoh agama dan masyarakat.

Masing-masing lingkungan memiliki jadwal yang sudah disepakati oleh warga di lingkungan setempat, sehingga para tokoh agama dan tokoh masyarakat yang menjadi undangan berasal dari kampung yang belum memiliki jadwal pelaksanaan maulid.

Tamu undangan memperoleh penganan berupa kue khas lombok seperti tarek, iwel, tempeyek dan lainnya yang disediakan oleh warga kampung yang mengundang mereka.

Pada siang harinya para undangan memperoleh makan siang berupa nasi lengkap dengan lauk pauknya, dan sore hari tamu undangan memperoleh buah-buahan atau yang disebut dengan "dulang penamat" atau makanan terakhir setelah prosesi "ngurisan" berakhir. (ant/mad)