Program Pendidikan dari Partai Tak Ada yang Kongkrit
NU Online · Senin, 22 Maret 2004 | 11:38 WIB
Jakarta, NU Online
Saat ini program yang dikemukakan para caleg tentang pendidikan masih umum saja, belum ada yang memberikan program kongkrit, aktivitasnya tidak ada sehingga pada akhinya nasib juga tidak jelas.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Ketua LP Maarif. KH Nadjid Muhtar, MA kepada NU Online kemarin menanggapi berbagai jurkam partai yang berkoar-koar akan meningkatkan pendidikan Indonesia, baik dengan janji pendidikan gratis, pelaksanaan wajib belajar 9 tahun yang lebih baik, ataupun tentang anggaran pendidikan 20 persen.
<>Dosen Tafsir UIN Syarif Hidayatullah tersebut memberikan contoh bahwa program wajib belajar merupakan program yang sudah dicanangkan sejak pemerintahan orde baru. Hal ini merupakan pengembangan dari wajib belajar 6 tahun yang dinilai sukses. Namun demikian, saat ini program tersebut seolah tidak mendapat dukungan yang memadai, seperti pemberian fasilitas, SPP gratis, dll. Bahkan biaya pendidikan semakin tidak terjangkau bagi sebagian masyarakat.
Bukti paling mutakhir adalah tentang kewajiban menyisihkan anggaran sebesar 20 persen untuk pendidikan yang telah ditetapkan oleh UU. Nadjid Muhtar mengemukakan bahwa mungkin saat ini baru 3 persen dari anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk pendidikan.”Pemerintah beralasan bahwa anggaran yang ada masih digunakan untuk membayar utang,” jelasnya.
Kondisi ini merupakan suatu hal yang sangat memprihatinkan karena nasib bangsa Indonesia tergantung pada pendidikan yang mereka peroleh. Jika sektor ini tidak terurus, maka nasib bangsa ini juga akan tetap terpuruk.
Yang lebih memprihatinkan adalah dalam sektor pendidikan yang dikelola oleh umat Islam seperti madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Sektor yang dikelola dibawah departemen agama ini mendapat alokasi dana yang lebih sedikit daripada sekolah umum yang dikelola departemen pendidikan nasional.
Nadjid Muhtar mengemukakan bahwa saat ini terdapat madrasah Ibtidaiyah sebanyak 22.000 unit dengan murid 3 juta sedangkan Tsanawiyah ada 10.000 unit dengan murid hampir 2 juta. Untuk Aliyah berjumlah 3.772 unit dengan murit 661.000. Sebagian besar merupakan sekolah swasta, bahkan untuk madrasah Ibtidaiyah, 90 persen merupakan madrasah swasta yang kurang mendapat dukungan dari pemerintah,” ungkapnya.
Memang persoalan yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia masih sangat komplek, namun demikian hal tersebut merupakan tantangan yang harus dihadapi. “Hal itu harus diselesaikan satu, per satu, tidak dapat langsung semuanya, tapi dengan proses dan tahapan yang terarah,” ungkapnya.(mkf)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Larangan Pamer dan Bangga dengan Dosa-dosa
2
Pastikan Arah Kiblat Tepat Mengarah ke Ka'bah Sore ini
3
Trump Turunkan Tarif Impor Jadi 19 Persen, Ini Syarat yang Harus Indonesia Penuhi
4
Operasional Haji 2025 Resmi Ditutup, 3 Jamaah Dilaporkan Hilang dan 447 Meninggal
5
PBNU Terima Audiensi GAMKI, Bahas Isu Intoleransi hingga Konsensus Kebangsaan
6
Kisah Di Balik Turunnya Ayat Al-Qur'an tentang Tuduhan Zina
Terkini
Lihat Semua