Warta

Presiden Diminta Segera Ambil Alih Penanganan Lumpur Porong

Kamis, 22 Februari 2007 | 10:24 WIB

Surabaya, NU Online
Berlarut-larutnya penanganan semburan lumpur di Porong semakin memprihatinkan banyak orang. Penderitaan itu tidak hanya dirasakan oleh mereka yang terkena dampak langsung, namun juga mereka yang menjadi dampak antaranya. Sementara Timnas penanggulangan lumpur yang seharusnya bertanggung jawab menghentikan semburan itu, nyaris tak mendapatkan hasil.

“Pemerintah harus segera mengambil alih penanganan bencana lumpur di Porong ini,” kata Ketua PWNU Jawa Timur KH Ali Maschan Moesa di Surabaya, Kamis (22/2) siang.  Ali menyatakan kesimpulan itu bukan hanya pendapat dirinya, namun kesimpulan akhir sekaligus rekomendasi dari seminar internasional tentang lumpur Porong pada tanggal 20-21 Pebruari kemarin. Seminar yang berlangsung di BPPT itu diselenggarakan oleh IAG (Ikatan Ahli Geologi) dan BPPT dengan mengundang para pakar geologi dari berbagai negara maju.t;

Munculnya kesimpulan agar pemerintah segera mengambil alih penanganan kasus itu, karena para ahli geologi telah menemukan kesimpulan akhir bahwa semburan lumpur di Porong adalah akibat dari mud volcano. Semburan itu nyaris mustahil bisa dihentikan dalam waktu singkat. Satu-satunya harapan yang bisa digantungkan adalah menunggu habisnya stok lumpur yang ada di dalamnya, yang diperkirakan memakan waktu sekitar 20 tahun lamanya. “Itu kan lama sekali, sementara para korbannya membutuhkan penanganan segera,” tutur Ali.

Menyangkut teknis pelaksanaan, diharapkan pemerintah membentuk badan baru, semacam BRR di Aceh. Tidak perlu mengharapkan lagi hasil dari kinerja Timnas. Sebab pada kenyataannya, tugas Timnas hampir tidak ada yang bisa dinilai baik. “Lumpur semakin meluber kemana-mana, yang dulu cuma 450 hektar sekarang malah 800 hektar, korban yang dulu 12 ribu sekarang malah 25 ribu. Sudah tidak bisa diharapkan lagi,” aku pengasuh Pesantren Luhur Al-Husna Wanocolo itu.

Dosen IAIN Sunan Ampel ini menilai, selama ini pemerintah hanya sibuk untuk menekan PT Lapindo agar mau mengganti seluruh kerugian akibat semburan lumpur. Padahal bencana itu belum bisa sepenuhnya dinyatakan sebagai kesalahan Lapindo. Proses hukum sedang berjalan. Kalaupun saat ini PT Lapindo telah mengeluarkan uang sebanyak 150 juta dolar, itu sebagai tanggung jawab moral, bukan tanggung jawab hukum. Makanya dinilai kurang bijak kalau pemerintah hanya menekan Lapindo tanpa mengambil alih secara lansung. Ali membandingkannya dengan bencana pesawat Adam Air dan KM Senopati, yang pemerintah terlibat langsung di dalamnya.

“Sekarang sudah tidak bisa ditunda-tunda lagi. Mereka sudah menjadi korban selama sembilan bulan. Sudah tidak bisa dihitung lagi kerugian mereka,” tandas Ali Maschan. Langkah yang sangat mendesak untuk dilakukan, menurut doktor alumnus Unair itu, adalah merelokasi para korban ke tempat aman, diberikan ganti rugi yang sepadan, dan membangun kembali infrastruktur yang rusak, utamanya jalan tol dan jembatan. Semuanya menggunakan uang pemerintah, nanti pemerintah dipersilahkan menagih pada Lapindo. “Saya tidak percaya kalau pemerintah tidak punya uang,” ujarnya. (sbh)