Jakarta, NU.Online
Wayang merupakan kebudayaan tradisional yang paling tangguh menghadapi perubahan zaman, ia bisa hidup sejak pra Hindu, zaman Budha, zaman Islam hingga zaman pasca kemerdekaan. Berbeda dengan kesenian lainnya yang menghadapi kematian, tetapi kesenian yang satu ini semakin tangguh, demikian diungkapkan Prof Rahayu Supanggah, “bukti ketangguhan itu saat ini wayang dipentaskan di berbagai kota, yang ditonton berbagai macam strata usia dari muda hingga yang tua, bahkan honor seorang dalang mencapai ratusan juta rupiah” demikian Rektor Sekolah Tinggi Seni Tari (STSI) Surakarta itu berargumentasi.
Hal itu terjadi karena wayang terus menemukan fungsi, tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana pendidikan, sarana pengenalan sejarah, tata nilai dan spiritualitas, termasuk pengenalan strategi politik dan kemiliteran. Bagi penonton bisa mengapresiasi dari segi mana ia berangkat. Disitulah relevansi wayang terus berkembang. Karena itu wayang yang dulunya hanya menjadi symbol kebudayaan Jawa kini dikembangkan oleh semua etnis, bahkan orang Barat turut mengembangkan wayang.
<>Karena banyak penyangganya, maka perkembangan wayang juga menjadi sangat beragam, wayang pedalaman yang serba halus, tertib dan hening, ditandingi dengan wayang pesisiran yang brangasan, energik dan ekspresif, tidak hanya dari sergi performance tetapi juga materi lakonnya. Ini tidak merusak pakem, sebab apa yang disebut pakem itu tidak ada, semuanya hanya konvensi, sehingga kesepakatan itu bisa berubah setiap saat. Karena itu adanya dalang nyeleneh seperti sekarang ini, tidak mengherankan, itu salah satu kiat mereka untuk survive, dan mencari daya tarik, kalau tidak mereka akan kehilangan penggemar. Sementara dalang yang serius juga akan tetap mendapat pasaran, sebab itu trade mark mereka.
Dunia pedalangan belakangan ini juga mengalami pergeseran, seniman bertubuh gempal itu memaparkan, kalau selama ini dalang berasal dari keluarga dalang, entah anak cucu atau keponakan, tetapi dengan adanya sekolah dalang, siapa saja bisa jadi dalang, sejak dari tukang becak, politisi, intelektual, hingga agamawan ada yang jadi dalang dan itu tidak kalah mutunya. Karena itu fungsi wayang berkembang sesuai dengan asal asul social dalangnya.
Saat ini peran wayang sebagai sarana penerangan dan dakwah menjadi sangat menonjol, di kalangan birokrasi pemerintahan fungsi penerangan menjadi sangat menonjol, sementara dilingkungan agamawan fungsi dakwah menjadi sangat dominan. Karena itu banyak kiai yang dalang dan banyak juga dalang yang ngiyai. Sehingga beberapa dalang terkenal, seperti Anom Suroto atau Ki Entus disuruh mendalang dalam kegiatan dakwah di kalangan ormas.
Belum lama ini misalnya Lembaga Dakwah NU menanggap wayang dengan dalang Ki Entus, untuk mengembangkan misi dakwahnya, dengan demikian agama akan tetap bersentuhan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Dan itu semua menurut Prof, Rahayu Supanggah pada NU Online, di sela-sela Kongres Internasional Asosiasi Tradisi Lisan di Jakarta beberapa waktu lalu “ bahwa perubahan itu bukan suatu penyimpangan, sebab itu fungsi utama wayang. Dengan terus menerus menemukan fungsi dan peran itulah wayang bisa hidup selama berabad abad.” jelasnya.
Daya tahan itu juga muncul akibat adanya pribumisasi beberapa lakon dan tokoh dalam Ramayana dan Mahabharata, misalnya tokoh Rama Sinta, dan Pandawa kurawa, tidak hidup di India, melainkan berada di Jawa dan anak turunnya itulah yang menjadi raja-raja di Jawa, seperti Jayabaya adalah keturunan Parikesit Cucu Pandawa. Selain itu selama masa Islam juga terjadi pengislaman luar biasa, dan dikisahkan bahwa Yudistira sudah masuk Islam bahkan makamnya berjajar dengan para wali di Masjid Demak. Namun demikian keberhasilan seseorang dalam bereksperimentasi dengan wayang akan tergantung niat dan keseriusannya, ada yang sekedar main main dan ada yang serius. Yang serius itulah akan mendapatkan hasil, dan akan dikenang masyarakat. (MDZ)
Terpopuler
1
5 Poin Maklumat PCNU Pati Jelang Aksi 13 Agustus 2025 Esok
2
Jumlah Santri Menurun: Alarm Pudarnya Pesona Pesantren?
3
Khutbah Jumat HUT Ke-80 RI: 3 Pilar Islami dalam Mewujudkan Indonesia Maju
4
Kantor Bupati Pati Dipenuhi 14 Ribu Kardus Air Mineral, Demo Tak Ditunggangi Pihak Manapun
5
Nusron Wahid Klarifikasi soal Isu Kepemilikan Tanah, Petani Desak Pemerintah Laksanakan Reforma Agraria
6
Badai Perlawanan Rakyat Pati
Terkini
Lihat Semua