Warta

Pemilu 2004 Tidak Terjadi Perubahan Mendasar

NU Online  ·  Ahad, 4 Januari 2004 | 07:04 WIB

Jakarta, NU.Online
Segi teknis pelaksanaan pemilu menampakkan perbedaan mencolok antara Pemilu 2004 dari Pemilu 1999, tetapi diperkirakan tidak mendorong terjadinya perubahan mendasar dalam kehidupan kenegaraan Indonesia. Mengacu pada keberadaan undang-undang politik sehubungan dengan pelaksanaan Pemilu 2004, terpantul sikap mendua dalam membuat produk hukum sebagai aturan dasar pesta demokrasi tersebut.

Kepada NU.Online Arbi Sanit mengatakan, pemilu kali ini memang menyerap sistem proporsional terbuka sehingga terkesan demokratis, tetapi mengandung kelemahan. Dalam salah satu pasal disebutkan, konstituen cukup memilih tanda gambar saja agar dinilai sah. Sebaliknya, jika memilih nama tanpa mencoblos tanda gambar dianggap tidak sah!

<>

Masyarakat awam tentu mengambil jalan pintas tidak memilih daftar nama calon yang dipilih melainkan tanda gambar saja. Partai politik diuntungkan dengan cara ini karena mereka bisa menentukan anggota legislatif dari gambar yang dicoblos tanpa adanya nama kandidat partai tersebut.

"Praktik ini tentu tidak berbeda dengan Pemilu 1999 karena rakyat hanya membeli kucing dalam karung, tidak mengenal wakil yang dipilih," kata Arbi. "Apalagi suara yang dianggap sah dalam Pemilu 2004 hanyalah kertas suara yang memilih tanda gambar dan nama atau gambar partai politik saja."

Undang-Undang Pemilihan Presiden pun dinilai memiliki kekurangan mendasar karena ada pembatasan terhadap pencalonan kandidat independen untuk memperebutkan jabatan tersebut. Praktis partai politik berkuasa penuh menentukan siapa yang berhak tampil sebagai calon presiden.

Selain itu, lanjutnya, tidak ada pula kewajiban para kandidat presiden untuk melakukan debat publik. Ini membatasi kesempatan masyarakat menilai kualitas calon RI-1 secara langsung. Lebih lanjut paparnya, penyelenggaraan pemilu dan lembaga pengawas pun dapat terlambat akibat proses verifikasi partai yang berkepanjangan. Tenggat ini dapat mengakibatkan lolosnya partai yang tidak berkualitas memasuki kancah Pemilu 2004.

Sementara itu,  kalangan cendekiawan mulai tidak bersikap apatis dalam proses demokratisasi. Mereka tidak alergi, misalnya, mencalonkan diri sebagai anggota DPD tetapi patut diingat adanya persyaratan administratif menjadi ganjalan utama seperti menyediakan bukti dukungan yang menelan biaya dan dapat dimanipulasi dengan mudah.

Dalam konteks ketepatan pelaksanaan pemilu yang dinilai krusial bagi kelangsungan suksesnya pemilu mendatang, anggota panwaslu Rozy Munir menyatakan, pihak penyelenggara Pemilu (KPU dan Panwas) secara undang-undang memang dibebani kewajiban membuat regulasi. Hal Ini dapat mengganggu ketepatan jadwal pelaksanaan Pemilu 2004. Proses regulasi yang dibenahi dan aturan dalam undang-undang politik yang saling bertentangan pun masih harus digarap KPU dengan cepat.

Salah satu jalan keluar adalah menggunakan Fatwa Mahkamah Agung atau meminta bantuan Mahkamah Konstitusi. "Dengan cara ini kita tidak perlu mengganti seluruh peraturan cukup memperbaiki pasal atau ayat yang perlu disempurnakan," kata Rozy

Senada dengan Arbi, pengamat militer Djuanda lantas mengingatkan bahwa seluruh rangkaian proses Pemilu 2004 diharapkan dapat berlangsung sesuai dengan jadwal karena merupakan kebutuhan politik bangsa Indonesia. Memang ada banyak kelemahan dalam paket undang-undang politik sehingga wajah stok lama politikus masih muncul dalam pemilu ini, tetapi kondisi tersebut harus dilalui.

"Kalau misalnya pemilu 2004 tidak aman, berdarah-darah, terjadi polarisasi politik aliran, dan kita juga tahu leadership dari polotisi kita saat ini, kenapa tidak jika pemilu kita itu not for good but for bad," tanyanya

Oleh karena itu ketepatan waktu ini sangat penting karena penundaan satu tahapan Pemilu dapat berdampak pada pelanggaran konstitusi yang mewajibkan presiden baru dilantik Oktober 2004. Kondisi ini memungkinkan penyelesaian inkonstitusional oleh institusi tertentu. Lembaga tersebut bersama kekuatan antidemokrasi dapat bermain dalam kesempatan ini mengambil keuntungan politis.

Ditambah lagi kekuatan asing yang masuk dan memainkan peranan dalam pemilu 2004 bukan isapan jempol belaka, kekuatan asing itu ada seiring dengan kepentingan mereka untuk mengendalikan Indonesia. "Karena apabila pemilu ini sukses itu artinya prestasi bagi bangsa kita dan jika pemilu ini gagal adalah peluang bagi mereka (kekuatan asing) untuk mengacaukan bangsa kita. jangan lupa lho tidak semua senang jika bangsa kita kuat dan aman," tegas Djuanda (cih)