Warta

PBNU Puji Sikap Abstain Indonesia Soal Sanksi Iran

NU Online  ·  Selasa, 4 Maret 2008 | 09:49 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi memuji sikap abstain pemerintah Indonesia atas Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) nomer 1803 yang memberikan sansi baru pada Iran.

“Ini (sikap abstain) merupakan kemajuan bagi Indonesia yang patut kita hargai,” ujar Hasyim saat menerima kunjungan Jaksa Agung Iran, Ayatollah Dorri Najaf Abadi, di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Selasa (4/3).<>

Menurut Hasyim, sikap tersebut sudah sangat tepat dan benar. Karena sikap tidak mendukung dan tidak menolak itu cukup untuk menaikkan citra Indonesia di mata dunia, terutama di mata negara-negara berkembang.

Hal senada dikatakan Dorri. Ia menilai, sikap abstain Indonesia merupakan dukungan pada program nuklir Iran. Pasalnya, kata dia, resolusi yang dikeluarkan melalui pemungutan suara di Markas Besar PBB, New York, Senin siang waktu setempat itu, jelas merupakan bentuk kezaliman.

“Resolusi DK PBB sangat tidak adil. Itu merupakan kezaliman pada negara Islam. Orang muslim tidak boleh menerima kezaliman,” terang Dorri.

Ia memprotes sikap negara-negara maju di DK PBB atas program pengayaan uranium yang dikembangkan negaranya. Menurutnya, negara-negara maju telah menerapkan standar ganda pada Iran dan menutup mata pada negara yang memiliki program serupa.

“Israel memiliki ratusan hulu ledak nuklir. Tapi, semua diam. Sementara, pada negara mandiri seperti Iran, mereka terus mengancam,” pungkas Dorri.

Selain Indonesia, tiga negara seperti Vietnam, Afrika Selatan dan Libya juga mendapat tekanan keras dari luar negeri agar turut memberikan dukungan atas sanksi pada Iran. Namun, ketiga negara itu akhirnya luluh dan terpaksa mendukung pemberian sanksi itu.

Langkah pemerintah Indonesia cukup mengejutkan. Sebab, dalam resolusi DK PPB sebelumnya, RI mendukung pemberian sanksi tambahan bagi Iran yang tidak mengindahkan peringatan PBB untuk menghentikan program pengayaan nuklir. (rif)