Warta GEREJA HKBP

PBNU Nilai PBM Masih Layak Jadi Pedoman Pendirian Tempat Ibadah

NU Online  ·  Rabu, 15 September 2010 | 09:31 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua PBNU Slamet Effendy Yusuf menilai keberadaan Peraturan Bersama Menteri (PBM) no 9 dan no 8 masih layak digunakan sebagai pedoman dalam pendirian rumah ibadah di Indonesia.

“PBM ini dibuat oleh semua majelis agama, jadi bukan satu kelompok agama saja. Kalau PBM dibatalkan bagaimana mengatasi persoalan, pasti otot-ototan dan adu kekuatan karena tidak ada aturan bersama yang jadi pedoman,” katanya seusai menerima rombongan dari Gerakan Peduli Pluralisme di gedung PBNU, Rabu.<>

Ia berpendapat, sekelompok kecil yang menginginkan peraturan ini dibatalkan adalah mereka yang memiliki memiliki kepentingan tertentu yang tidak sesuai dengan semangat bersama dalam menjaga kerukunan beragama ini sehingga berusaha menegasikan aturan yang sudah disepakati bersama.

Menanggapi bahwa UUD 1945 menjamin semua orang menjalankan ibadahnya, ia menjelaskan bahwa UUD 1945 merupakan aturan pokok, tetapi harus ada aturan operasional berupa UU dan aturan lainnya yang menjadi penjabaran UUD 1945 tersebut.

“Jika semua orang taat pada PBM, pasti semuanya akan berjalan dengan baik,” terangnya.

Cooling Down

Ia berharap semua fihak yang terlibat dalam persoalan menyangkut gereja HKBP di Bekasi melakukan cooling down dan menggelar dialog untuk menyelesaikan persoalan tersebut bersama-sama.

“Semua fihak harus cooling down, jangan sampai dua fihak saling memprovokasi, menunjukkan masing-masing memiliki banyak teman,” imbuhnya.

Selain itu, Ia juga meminta agar tidak ada fihak ketiga yang memojokkan salah satu fihak dan mengangkap fihak lainnya, tetapi diupayakan adanya penyelesaian persoalan secara adil. “Yang kita butuhkan adalah kita bersama-sama mencari solusi,” terangnya.

Ia berharap persoalan ini bisa dicarikan solusi yang abadi. Ini berarti persoalan tidak dilihat secara sepotong-sepotong dan solusi yang diberikan harus dirasakan cocok dengan masyarakat yang ada di sana, bukan sekedar sesuai dengan keinginan para elit di tingkat nasional, tetapi belum tentu pas dengan kondisi di lapangan.

“Tak bisa satu fihak mengatakan, ini kemauan kami, semuanya harus take and give,” imbuhnya.

Saat ini Peraturan Bersama Menteri (PBM) no 9 dan no 8 sudah dapat digunakan sebagai panduan dalam menyelesaikan persoalan pendirian tempat ibadah. “Tak ada jalan buntu, semuanya ada solusinya,” tegasnya. (mkf)