PBNU Larang Rois atau Ketua PWNU dan PCNU Calonkan Diri dalam Pilkada
NU Online · Kamis, 2 Juni 2005 | 06:28 WIB
Jakarta, NU Online
Keterlibatan warga NU dalam Pilkada yang mulai berlangsung 1 Juni ini tak dapat dihindarkan. Untuk itu PBNU mengeluarkan petunjuk PBNU mengenai Pilkada yang salah satu isinya melarang para rais syuriyah dan ketua tanfidziyah PWNU/PCNU untuk ikut mencalonkan diri dalam proses Pilkada
Petunjuk bernomor 115/A.II.03/5/2005 bertanggal 18 Mei 2005 tersebut berisi tujuh butir. Yang menandatangani adalah Rais Aam Dr. KH. A. Sahal Mahfudh, Katib Aam Prof. Dr. H. Nasarudin Umar, MA., Ketua Umum, H.A Hasyim Muzadi, dan Sekjen Dr. Endang Turmudi, MA. Petunjuk ini dirasa penting untuk menjaga jamaah dan jam’iyah Nahdlatul Ulama tetap bersatu dan Pilkada dapat berlangsung dengan baik.
<>PBNU mensosialisasikan petunjuk ini ke seluruh jajaran pengurus NU dan perangkatnya di semua tingkatan dan pimpinan pondok pesantren serta tokoh NU yang tidak termasuk dalam struktur kepengurusan. Salah satu media yang digunakan adalah berbarengan dengan sosialisasi hasil muktamar yang sedang berlangsung dua bulan terakhir ini.
Sekjen PBNU Endang Turmudi kepada NU Online, (2/5) mengungkapkan bahwa warga NU wajib mensukseskan Pilkada, tetapi NU sebagai organissi jangan dibawa-bawa dalam pertarungan Pilkada. “Sebagian tokoh NU mungkin ada yang ingin mengambil kesempatan, yang tidak boleh kan memakai NU, sebab bisa menimbulkan kerawanan, mainnya harus cantik,” tandasnya.
Berikut ini isi lengkap dari petunjuk tersebut:
Petunjuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Menghadapi Pilkada Langsung
Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati/Walikota) di Indonesia akan dilakukan secara Iangsung. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara Iangsung ini merupakan wujud kedaulatan rakyat, di mana rakyat memilih pemimpin daerahnya secara Iangsung, bebas dan
demokratis.
Dalam proses Pilkada, baik pada tahap pencalonan, pemilihan maupun penetapannya, yang kesemuanya merupakan proses politik, lazim melahirkan dukungan-dukungan dari masyarakat. Dukungan tersebut dapat melahirkan perbedaan-perbedaan yang jika tidak dikelola dengan baik dapat melahirkan ekses yang tidak diinginkan dalam masyarakat.
Nahdlatul Ulama sebagai organisasi dengan massa yang cukup besar tidak dapat menghindarkan diri dari situasi semacam itu. Oleh karenanya, dalam rangka menjaga keutuhan, mengokohkan Jama'ah Nahdlatul Ulama, dan untuk memperoleh manfaat dari proses Pilkada, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama perlu menyampaikan petunjuk sebagai berikut
1. Pilkada sebagai proses politik kenegaraan harus disikapi dengan dewasa, teliti, cerdas dan proporsional dengan memandang ke depan utuhnya NKRI;
2. Nahdlatul Ulama sebagai Jam'iyah tidak melibatkan diri dalam Pilkada, baik pada tahap pencalonan, pemilihan maupun penetapan calon;
3. keutuhan dan kekokohan Jamaah Nahdlatul Ulama wajib dijaga dan merupakan syarat mutlak yang harus diusahakan dalam menangkal kemungkinan munculnya konflik, khususnya antara warga NU sebagai akibat dari perbedaan aspirasi dalam proses Pilkada;. Karena itu, disarankan agar pengurus NU tidak ikut dalam dukung mendukung para calon.
4. untuk memperoleh kesamaan pemahaman dan keluasan wawasan dalam melaksanakan ketentuan organisasi dan agar tepat dalam menyikapi proses Pilkada, Pengurus Nahdlatul Ulama di berbagai tingkatan harus terus menerus mensosialisasikan dan mengamankan Keputusan Muktamar ke-31 Nahdlatul Ulama, Khittah Nahdlatul Ulama, Sembilan Butir Pedoman Berpolitik bagi warga Nahdlatul Ulama dan kebijakan lainnya dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;
5. Nahdlatul Ulama perlu ikut menjaga proses politik Pilkada agar berjalan sesuai dengan etika dan akhlak karimah.
6. Khusus bagi warga Nahdlatul Ulama yang dalam proses politik Pilkada menjadi bagian dalam proses tersebut, diminta untuk tidak melakukan mobilisasi dukungan formal dengan melibatkan dan mengatas namakan. NU.
7. Rois/Ketua PWNU/PCNU mutlak tidak diperbolehkan untuk mencalonkan diri dalam proses Pilkada dan untuk pengurus lain yang mencalonkan diri haruslah non-aktif sampai proses Pilkada secara resmi dinyatakan selesai.
Terpopuler
1
3 Jenis Puasa Sunnah di Bulan Muharram
2
Niat Puasa Muharram Lengkap dengan Terjemahnya
3
Innalillahi, Nyai Nafisah Ali Maksum, Pengasuh Pesantren Krapyak Meninggal Dunia
4
Keutamaan Bulan Muharram dan Amalan Paling Utama di Dalamnya
5
Khutbah Jumat: Persatuan Umat Lebih Utama dari Sentimen Sektarian
6
Innalillahi, Buya Bagindo Leter Ulama NU Minang Meninggal Dunia dalam Usia 91 Tahun
Terkini
Lihat Semua