Warta

NU Prihatin, Bulan Puasa Maksiat Marak

NU Online  ·  Rabu, 29 Oktober 2003 | 23:33 WIB

Tuban, NU.Online
Kalau didaerah lain selama bulan puasa tempat-tempat maksiat mendapat perhatian serius dari pemerintah setempat, lain halnya dengan di kabupaten Tuban. Di kota yang justru memiliki sebutan kota wali ini pada bulan Puasa yang bagi umat Islam sangat mulia dan penuh berkah, seakan tidak memiliki nilai apa-apa seperti bulan-bulan biasa.

Tempat-tempat hiburan yang berbau maksiat tak mendapat sentuhan dari pemkab setempat. Lokalisasi yang selama ini banyak dikunjungi pria hidung belang juga tetap lancar ‘beroperasi’. Hanya saja para PSK tersebut membuka ‘dagangannya’ pada malam hari, dan semakin marak saja. Di siang hari mereka mengaku tetap menjalani ibadah puasa.

<>

Pantauan koresponden NU.Online, selama tiga hari puasa ini, tempat mangkal PSK liar di kota Tuban diantaranya di kawasan seputar gerdu laut dekat SPBU milik keluarga Bupati Tuban Dra Hj Haeny Relawati MSi di Jl RE Martadinata, kawasan depan Pasar Baru Tuban, obyek wisata Pantai Boom, seputaran kompleks Pujasera depan gedung DPRD Tuban, lahan parkir bus Kebonsari dan tentunya di seputar terminal bus Tuban. Di sejumlah kawasan ini, para PSK mulai menjaring mangsa sehabis sembahyang tarawih pukul 21.00 hingga menjelang makan sahur.

Di kawasan ini, biasanya hanya menjadi tempat mangkal saja. Sedangkan untuk transaksi nikmat, mereka lakukan di sejumlah hotel penginapan di kota setempat. Tak jarang pula, mereka melakukan di tepi pantai dibelakang tugu patung garuda di pertigaan pojok terminal Tuban Jl. Semarang dan Jl. RE Martadinata serta di bekas kompleks PSK belakang kantor DPC PPP dan DPC PDIP Jl Teuku Umar Tuban.

Sebenarnya, sejumlah kompleks lokalisasi yang berada di kota seribu Goa itu telah ditutup pada era Bupati Hindarto melalui SK Nomor : 2/1997. Namun sejak beberapa bulan terakhir praktik prostitusi liar tersebut kembali marak. Bahkan, para PSK cenderung bebas beroperasi di sejumlah kawasan dalam kota setempat, tak terkecuali dibulan puasa ini.

Yang kembali marak diantaranya, lokalisasi Gandul, Ds. Gesing kecamatan Semanding; lokalisasi Dasin, Ds. Sugihwaras Kecamatan Jenu; lokalisasi Mamer di Tambakboyo; lokalisasi Cangring di Kecamatan Rengel; lokalisasi Pakis di Desa Minohorejo, Kecamatan Widang; deretan warung remang di Bedrek, Kecamatan Parengan. Di tempat-tempat ini, para PSK datang dan pergi silih berganti.

IPNU kecam Pemkab

Menurut Ketua IPNU Tuban, Muhimmudin, Pemkab, terkesan sengaja membiarkan mereka para PSK itu tetap beroperasi meskipun bulan puasa. “Terus terang kami prihatin dengan kondisi ini. Masak bulan puasa prostitusi bukannya tambah surut, tapi bertambah liar,” kata Muhimmudin.

Sedang Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PC NU) kabupaten Tuban, Ir H Noor Nahar Hussein M.Si, mengharap kepada pihak yang berwenang untuk lebih pro aktif menertibkan tempat-tempat maksiat yang ada di bumi Ronggolawe. Terlebih pada bulan suci Ramadhan ini. Jika tidak, pria kelahiran Rengel ini, khawatir akan muncul reaksi negatif dari umat islam karena merasa tersinggung dengan maraknya kegiatan maksiat tersebut.

“Selama bulan ramadhan ini kami berharap pihak yang berwenang melakukan penertiban. Jika tidak bisa menyinggung persaan umat islam karena merasa kekhusuan ibadah puasanya terganggu,” tegas ketua PC NU dua periode ini.

Hal yang sama dikeluhkan MUI. “Saya tidak tahu persis apakah ada tendensi politik atau tidak mengenai dibiarkannya tempat-tempat maksiat, Sebab MUI tidak ingin berpolitik. tapi kalau melihat menggebu-ngebunya Golkar, hal itu bukan tidak mungkin. Partai mana yang tidak ingin menang,” tutur KH Adib Sholeh Ketua MUI Tuban, Rabu (29/10) siang dirumah barunya di lingkungan Ponpes Asshomadiyah Tuban.

Menurut Ketua Majlis Ta’lim Al-Mustofa, Medalem Senori ini, sebagai umat islam paling tidak kita harus saling menghormati. “orang kafir saja menghormati, masak kita sesama Islam tidak mau menghormati,” tandasnya.

Diceritakan, pada zaman sahabat, seorang beragama majusi melihat anaknya sedang makan kue di tengah jalan saat bulan puasa. Orang tersebut lalu memanggil anaknya itu diajak pulang kemudian dimarahi bahkan sampai dipukulnya. “Ini menunjukkan bahwa orang kafir saja hormat terhadap kemuliaan bulan puasa, masak kita tidak bisa,” jelas Kiai yang biasa dipanggil Gus Adib ini.

Komisi E DPRD setempat juga mengaku tidak pernah membahas masalah penutupan lokalisasi untuk bulan Ramadhan. “Saya kok tidak diberi tahu, dan sampai sekarang belum ada itu mengenai penutupan lokalisasi,” kata KH Syaiful Ulum anggota Komisi E DPRD Tuban.

Sementara Pemkab setempat dikonfirmasi melalui Kakan Infokom, Drs Suprijo, menolak dikatakan ada tendensi politik penguasa dibalik maraknya prostitusi tersebut.