Warta

NU Diharap Pelopori Kerukunan Antar Umat Beragama

NU Online  ·  Jumat, 7 Mei 2010 | 08:18 WIB

Jakarta, NU Online
Nahdlatul Ulama (NU) diharapkan tetap menjadi kekuatan moril dalam memelopori kerukunan antar umat beragama di Indonesia. Sebagai ormas Islam terbesar, NU diharapkan tetap menjalin hubungan baik dengan berbagai elemen masyarakat yang menganut agama-agama lain di Indonesia.

Demikian disampaikan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Dr Andreas Yewangoe saat berkunjung ke kantor PBNU, Jakarta, Jum’at (7/5). Selain dari PGI juga hadir Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr. Martinus Dogma Situmorang yang didampingi para pengurus KWI lainnya.<>

“PGI berharap PBNU yang baru ini tetap menjalin hubungan baik yang selama ini dijalankan oleh KH Abdurrahman Wahid dan KH Hasyim Muzadi,” katanya kepada Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj yang didampingi Sekjen PBNU H Iqbal Sullam.

Andreas Yewangoe berharap tidak lagi terjadi tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama di Indonesia. “Sebagai lembaga agama kita harus mampu melawan kekerasan itu,” katanya.

Ketua Presidium KWI Mgr Situmorang mengatakan, organisasi berbasis agama seperti NU, Muhamadiyah, PGI, dan KWI perlu aktif dalam memelihara hubungan sesama masyarakat yang harmonis dan saling menghargai.

”Kita tidak bisa memandang agama saja tanpa korelasi dengan kehidupan bermasyarakat. Kita juga perlu membantu pemerintah republik ini agar bisa bekerja dengan baik,” katanya.

Pihaknya berharap pertemuan antar pemimpin NU dengan KWI maupun PGI bisa diselenggarakan rutin guna membahas berbagai persoalan yang dihadapi bersama.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menyampaikan, NU dan masyarakat pesantren mengembangkan dakwah Islam dengan dengan cara-cara yang santun, bertahap dan tidak memaksa.

”Kita bisa membedakan antara fiqhul ahkam dan fiqhud dakwah (ajaran tentang hukum dan dakwah, red). Pada saat mengajar di pesantren, para kiai sangat keras dalam mengajarkan soal hukum agama kepada para santri. Tapi ketika keluar pesantren dan berhadapan dengan masyarakat yang beragam, para kiai lebih lunak dalam mendakwahkan Islam,” katanya. (nam)